Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Akui Kerumitan Kasus Suap Cek Perjalanan

Kompas.com - 05/06/2012, 09:09 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi mengakui rumitnya kasus dugaan suap cek perjalanan dalam pemilihan Deputi Gubeernur Senior Bank Indonesia (DGS BI) yang bergulir sejak 2008 ini. KPK belum mengungkap kasus ini hingga ke penyandang dana di balik pembelian cek perjalanan senilai Rp 24 miliar yang jadi alat suap.

"'Kan layer-layer-nya (lapisan-lapisannya) bagus banget. Bagi saya cukup sophiscicated (rumit)," kata Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, di Jakarta, Senin (5/6/2012).

Menurut Bambang, semakin lama suatu kasus bergulir, akan semakin banyak bukti-bukti yang hilang. Dalam kasus ini misalnya, keterangan anggota DPR 1999-2004 saat dia berstatus terdakwa akan berbeda dengan keterangan ketika dia menjadi terpidana, atau setelah bebas dari penjara.

"Coba Anda lihat di pemeriksaan saksi. Saksi anggota dewan yang dulu mengatakan dia melakukan pertemuan, sekarang dia mengatakan sudah lupa," ujar Bambang. "Nah model-model yang begitu. Jadi semakin lama kasus proses ditangani, memang suka ada perubahan-perubahan," katanya lagi.

Meskipun demikian, kata Bambang, memang ada bukti-bukti baru atau saksi baru yang keberadaannya masih ditelusuri KPK. Salah satu nama baru yang muncul dalam kasus ini adalah Indah. Adapun Indah, disebut saksi cash officer Bank Artha Graha, Tutur, sebagai orang yang menandatangani konfirmasi pemesanan cek perjalanan dari Bank Artha Graha ke Bank Internasional Indonesia (BII). Wanita ini pula yang menurut Tutur mengambil 480 lembar cek perjalanan di Bank Artha Graha pada 8 Juni 2004 lalu.

Hanya beberapa jam setelah Indah mengambil cek perjalanan di Bank Artha Graha, cek itu sudah berpindah tangan ke anggota DPR yang diserahkan Nunun melalui Arie Malangjudo, anak buah Nunun di PT Wahana Esa Sejati. Tidak ada bukti jejak Indah selain nama dan tanda tangan.

Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas secara terpisah mengatakan, penyidik KPK mendalami kejanggalan-kejanggalan dalam kasus suap cek perjalanan, termasuk soal sosok Indah ini.

Kasus dugaan suap cek perjalanan menyisakan Miranda S Goeltom. KPK menetapkan Miranda sebagai tersangka atas dugaan ikut serta atau menganjurkan Nunun Nurbaeti menyuap anggota DPR 1999-2004. Pemberian suap berupa cek perjalanan tersebut berkaitan dengan pemilihan DGS BI 2004 yang dimenangkan Miranda.

Nunun divonis dua tahun enam bulan dalam kasus ini. Sedangkan lebih dari 20 anggota DPR 1999-2004 yang terbukti menerima suap, sebagiannya telah bebas dari penjara. Diyakini, ada penyandang dana di balik Miranda yang belum terungkap.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

    Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

    Nasional
    Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

    Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

    Nasional
    Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

    Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

    Nasional
    Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

    Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

    Nasional
    SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

    SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

    Nasional
    'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

    "Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

    Nasional
    Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

    Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

    Nasional
    Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

    Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

    Nasional
    Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

    Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

    Nasional
    Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

    Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

    Nasional
    Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

    Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

    Nasional
    Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

    Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

    Nasional
    'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

    "Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

    [POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

    Nasional
    Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com