Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Miranda Pasrah jika Ditahan

Kompas.com - 01/06/2012, 01:53 WIB

Jakarta, Kompas - Mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Swaray Goeltom pasrah jika Komisi Pemberantasan Korupsi menahannya seusai pemeriksaan yang dijadwalkan Jumat (1/6) ini. Inilah pemeriksaan pertama Miranda setelah berstatus tersangka.

Menurut pengacara Miranda, Dodi Abdul Kadir, di Jakarta, Kamis (31/5), penahanan tersangka merupakan hak subyektif penyidik. Saat ditanya apakah kliennya siap jika seusai diperiksa langsung ditahan KPK, Dodi menjawab, ”Tentunya KPK akan melakukan proses hukum dengan memperhatikan ketentuan perundangan yang berlaku. Pertimbangannya tentu didasari alasan hukum yang diatur KUHAP.”

Menurut Dodi, penahanan kliennya sepenuhnya merupakan hak subyektif penyidik KPK. Meskipun demikian, dia berharap KPK tetap menjalankan proses hukum yang seadil-adilnya bagi Miranda.

”Penahanan itu merupakan hak subyektif penyidik menurut KUHAP. Kami percaya KPK pasti akan menerapkan hukum seadil-adilnya,” kata Dodi.

”Jumat jadwal pemeriksaan MSG (Miranda S Goeltom) sebagai tersangka. Soal penahanan belum ada informasi dari penyidik,” kata Juru Bicara KPK Johan Budi SP, kemarin. Menurut Johan, penahanan dilakukan jika memang dibutuhkan untuk kepentingan penyidikan.

Dalami sponsor

Informasi yang diperoleh Kompas, kemungkinan besar penahanan dilakukan seusai pemeriksaan. Terlebih KPK telah menetapkan Miranda sebagai tersangka sejak Januari silam. KPK pun akan terus mendalami siapa saja pihak-pihak yang menjadi sponsor suap pemilihan DGS BI.

Menanggapi rencana pemeriksaan kliennya yang baru dilakukan Jumat ini, sementara status tersangkanya telah ditetapkan sejak Januari, Dodi mengatakan, KPK mungkin mempunyai pertimbangan sendiri. ”KPK pasti punya pertimbangan hukum yang tentunya sesuai hukum acara,” katanya.

Kasus suap pemilihan DGS BI menyeret sejumlah anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004. Lebih dari 20 anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Golkar, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, dan Fraksi TNI/Polri dijebloskan ke penjara karena terbukti menerima suap saat memilih DGS BI tahun 2004 yang dimenangi Miranda. Mereka menerima suap dalam bentuk cek perjalanan.

Terakhir, pada Mei lalu, kasus ini menyeret Nunun Nurbaeti ke penjara. Istri mantan Wakil Kapolri Adang Daradjatun tersebut dinyatakan bersalah sebagai pemberi suap oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Cek perjalanan yang menjadi alat suap diterbitkan oleh Bank Internasional Indonesia (BII) atas permintaan Bank Artha Graha. Dalam persidangan Nunun terungkap, cek perjalanan tersebut dipesan oleh nasabah Bank Artha Graha, PT First Mujur Plantation and Industry (FMPI). Perusahaan perkebunan kelapa sawit ini memiliki revolving loan di Bank Artha Graha.

Mantan Direktur Keuangan PT FMPI Budi Santoso di persidangan Nunun mengungkapkan, cek perjalanan tersebut digunakan sebagai uang muka untuk pembayaran lahan kelapa sawit kepada Ferry Yen sebesar Rp 24 miliar. Ferry merupakan sosok yang disebut-sebut bekerja sama dengan Direktur Utama PT FMPI Hidayat Lukman alias Tedy Uban dalam pengembangan lahan kelapa sawit. (BIL/RAY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com