Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korban Lumpur Lapindo Menangis

Kompas.com - 28/05/2012, 11:30 WIB
Idha Saraswati W Sejati

Penulis

SURABAYA, KOMPAS.com- Sejumlah perempuan korban lumpur Lapindo tak kuasa menahan air mata saat menceritakan kisah mereka dalam diskusi enam tahun Lumpur Lapindo di Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Surabaya, Kota Surabaya, Jawa Timur, Senin (28/5/2012).

Diskusi itu bertema "Pulihkan Hidup Kami, Selamatkan Negeri Ini". Nanik Mulyani, warga Desa Jatirejo Kecamatan Porong menuturkan, sebelum ada semburan lumpur dirinya bekerja di pabrik. Namun pabrik itu terendam lumpur sehingga dirinya kehilangan pekerjaan.

Rumahnya juga hilang ditelan lumpur. Sejak saat itu dia mengungsi. Dalam hal ganti rugi dari PT Minarak Lapindo Jaya, dia memilih skema pembayaran cash and carry dengan pola pembayaran 20 persen lalu 80 persen.

"Tapi sampai sekarang saya baru terima 20 persen, itu pun harus dibagi dengan saudara ada delapan orang," ujarnya sambil terisak. Untuk menghidupi diri dan keluarganya, kini Nanik bekerja sebagai pembantu rumah tangga mulai pagi hingga sore.

Pada malam hari, ia mencari uang dengan menjadi tukang ojek. "Saya ingin uang saya dibayar. Ini sudah enam tahun. Kemarin saya ikut demo ke Surabaya, malah dilempari gas air mata," tambahnya.

Harwati, korban lumpur dari Desa Siring juga terpaksa mencari uang dengan menjadi tukang ojek di tanggul lumpur. Dia harus bekerja setiap hari agar bisa memberi makan keluarga. Uang ganti ruginya juga belum dibayar lunas. Ketika tertimpa terik matahari di atas tanggul, ia mengaku kerap termenung. "Saya heran, negara ini kan ada pemimpinnya. Tapi dimana pemerintah, kenapa tidak membantu kami?," ungkapnya.

Korban lumpur lainnya Siti Mukaidah warga Desa Renokenongo mengatakan, lumpur membuat kehidupan warga cerai berai. Ia bersama ratusan keluarga lain harus mengungsi di pasar baru Porong selama empat tahun, sebelum akhirnya pindah ke lokasi baru.

"Sampai sekarang pembayaran belum lunas, saya mohon bantuan bapak ibu untuk membantu kami," ujarnya.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Jatim Bambang Catur Nusantara mengatakan, banyak hal yang dihadapi korban lumpur tidak tersampaikan ke publik. Penderitaan mereka jauh dari selesai.

Dalam diskusi ini ditampilkan film dokumenter tentang kehidupan enam perempuan korban lumpur Lapindo. Di film itu, tampak Siti Mukaidah mengajar di taman kanak-kanak yang siswanya adalah korban lumpur. Sekolah itu berdinding triplek minim fasilitas. Dindingnya pun hanya menutupi separuh bangunan. "Kami ingin menyelamatkan generasi penerus bangsa," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com