Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Silang Jalan Aburizal-Akbar

Kompas.com - 14/05/2012, 02:35 WIB

Dua tahun silam, seusai diwawancarai wartawan di dalam pesawat udara yang melintas dari Banjarmasin menuju Surabaya, Aburizal Bakrie bertanya kepada wartawan. ”Sekarang giliran saya bertanya kepada kalian. Menurut kalian, bagaimana perkembangan Partai Golkar sekarang?” tanya Ketua Umum Partai Golkar tersebut.

Wartawan tidak menyangka mendapat pertanyaan seperti itu. Wartawan mengira, kalaupun berbincang-bincang santai dengan wartawan, Ical—demikian Aburizal biasa disapa—akan memilih topik-topik ringan seperti suasana perjalanan yang ditempuh wartawan bersamanya, tetapi ternyata tidak.

Ical melanjutkan percakapan dengan menyampaikan optimismenya bahwa Partai Golkar semakin solid dan memiliki lebih banyak kader. Kerja kerasnya keliling daerah dan terobosan membuat kartu anggota partai yang juga berfungsi sebagai tanda keikutsertaan asuransi jiwa merupakan sebagian upaya untuk memenangkan partainya dalam Pemilu 2014.

Dengan tangkas, Ical menceritakan target Partai Golkar untuk menggaet 10 juta kader. Dengan asumsi setiap kader menarik dua orang nonkader untuk memilih Partai Golkar, Ical berharap, partainya bakal mendulang 30 juta suara.

Sebagai pembanding, dalam Pemilu Legislatif 2009, Golkar menempati posisi kedua dengan 15.050.634 suara (14,46 persen dari total suara). Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di urutan ketiga dengan 14.600.391 suara (14,03 persen). Partai Demokrat sebagai pemenang pemilu mendapatkan 21.225.916 suara (20,40 persen).

Kini, dua tahun kemudian, Partai Golkar sudah tidak melulu bicara tentang pencapaian pemilu legislatif. Pada tahun ini, mereka semakin keras menabuh genderang perang dengan menggelar rapat pimpinan nasional khusus. Agenda tunggal perhelatan ini adalah menetapkan Aburizal sebagai calon presiden tahun 2014.

Perbedaan

Meskipun demikian, di tubuh Partai Golkar masih ada perbedaan pendapat soal penetapan capres tersebut. Dewan Pertimbangan (Wantim) Partai Golkar yang diketuai Akbar Tandjung, misalnya, menilai pencalonan Ical sebagai capres tidak melalui mekanisme yang demokratis. Maka, Wantim merekomendasikan penjaringan calon presiden yang akan diusung dimulai dari akar rumput partai.

Melalui surat rekomendasi bertanggal 25 April 2012, Wantim juga menilai kinerja kepengurusan Partai Golkar di bawah Ical jauh dari target. Indikatornya adalah program catursukses yang meliputi sukses konsolidasi dan pengembangan partai, sukses kaderisasi dan regenerasi, sukses pengembangan demokrasi dan pembangunan yang berkesejahteraan, serta sukses pemilu baik pilkada, pemilu legislatif, dan pemilu presiden.

Pertemuan konsultasi dan koordinasi antara DPP dengan Wantim Partai Golkar, Selasa (8/5) malam, untuk membahas perbedaan pandangan tersebut, tidak membuahkan hasil. Dalam rapat itu, fungsionaris DPP membantah semua penilaian dan rekomendasi Wantim. DPP Partai Golkar tetap akan menetapkan Aburizal sebagai capres pada Pemilu 2014.

Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Idrus Marham mengatakan, keputusan tersebut bertumpu pada keputusan Rapat Pimpinan Nasional II 2011 yang menyebutkan penetapan Aburizal sebagai capres yang diusung Partai Golkar dilakukan pada Rapimnas III 2012. Keputusan rapimnas harus diikuti, tidak bisa diganggu-gugat. Pencalonan ini juga sudah mendapat dukungan Dewan Pimpinan Daerah se-Indonesia.

Sepanjang rapat, beberapa kali Akbar keluar ruangan. Dia ke ruang kantornya di belakang tempat rapat. Sepanjang malam itu, raut wajah Akbar tampak sedih dan kecewa.

Wantim, kata Akbar, memang tidak dalam posisi memutuskan, hanya memberi saran dan rekomendasi. ”Keputusan ada di tangan DPP dan kami tidak bisa intervensi sebab tidak ada kewenangan untuk itu. Ketika DPP menyatakan (pencalonan Aburizal) sudah diputus dalam rapimnas dan final, kami tidak akan bersikap atau bertindak lain,” tuturnya.

Harus demokratis

Namun dalam rapat, Akbar menjelaskan, penetapan capres seyogyanya didahului sistem tata cara pemilihan yang mencerminkan demokrasi, keterbukaan, akuntabilitas, dan mekanisme rekrutmen dari bawah (bottom up). Selain sesuai dengan paradigma baru partai, ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden. Dalam peraturan perundangan itu disebutkan, penetapan capres dan/atau cawapres dilakukan secara demokratis suai mekanisme internal parpol bersangkutan.

”Kalau DPP memutuskan lain dari rekomendasi, Wantim hanya meminta jawaban tertulis resmi sebagai pegangan tanggapan surat rekomendasi,” kata Akbar.

Langkah Aburizal dan jajaran DPP Partai Golkar memang berbeda dengan Akbar ketika memimpin partai ini di masa Reformasi. Saat itu, Golkar harus meniti buih dan cepat berganti wajah dari organisasi politik pendukung Orde Baru menjadi parpol yang sesuai dengan semangat reformasi.

Akbar pun berani mengadakan konvensi sebagai mekanisme penjaringan dan seleksi capres yang akan diusung partai berlambang beringin ini. Semua fungsionaris dari kabupaten/kota hingga pusat memiliki hak mengusulkan nama sampai memberikan suara penentu.

Aburizal meninggalkan mekanisme yang sangat demokratis itu. Beberapa kali Aburizal dan Idrus mengatakan, Rapimnas II sudah menerapkan mekanisme serupa. Survei juga dilakukan. Namun, kenyataannya DPD tingkat II kabupaten/kota hanya menjadi peninjau dan tidak memiliki hak suara dalam rapimnas. Ini memicu ketidakpuasan.

Ketika ditanya risiko Partai Golkar karena meninggalkan paradigma barunya, Akbar terdiam sejenak dengan kepala terdongak. ”Publik saja yang menilai bahwa Golkar sudah mengintroduksi paradigma baru, tetapi ke depan tidak ada konsistensi. Tak ada kesinambungan dari platform paradigma baru yang sudah diletakkan,” ujarnya.(A Tomy Trinugroho/ nina susilo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com