Demikian dikatakan Koordinator Komite Pemilih Indonesia Jeirry Sumampow, Peneliti Utama Indonesia Corruption Watch Abdullah Dahlan, dan Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia Ahmad Fauzi Ray Rangkuti, secara terpisah, Sabtu (12/5) di Jakarta. Mereka sependapat, refleksi diri parpol dibutuhkan dengan mengukur kembali apa yang sudah dilakukan sehingga rakyat menghargai atau malahan menghukum mereka.
Parpol seharusnya bergegas membenahi diri, kemudian memercayakan sepenuhnya kepada rakyat untuk menilai mereka. ”Jangan parpol selalu merasa tak bisa disalahkan. Apa pun yang terjadi pada diri mereka biasanya dilihat sebagai efek dari komunitas lain yang mengganggu, intervensi, atau iri,” ujar Ray.
Menurut Ray, praktik menyalahkan pihak luar memperlihatkan, manakala sistem politik berkembang, masyarakat makin tercerahkan, pelaku politik sedikit-banyak berubah, tetapi kultur politik masih bercirikan langgam politik masa lalu. Alhasil, parpol selalu gagal melakukan koreksi dan evaluasi. Parpol gagal pula mendata berbagai persoalan dan tantangan yang harus dihadapi.
Abdullah mencontohkan, Partai Demokrat tak bisa semata-mata menyalahkan opini yang berkembang di masyarakat. Realitasnya, ada kader Partai Demokrat yang divonis bersalah karena kasus korupsi. Dengan pemahaman seperti itu, wajar jika keterpilihan mereka turun. Hal itu bukti rakyat kuat, berdaulat, dan efektif menghukum parpol yang kinerjanya tak memuaskan. ”Harusnya parpol bermasalah mendapat sanksi publik seperti itu,” ujarnya.
Jeirry sepakat, penurunan tingkat keterpilihan Partai Demokrat yang merupakan pemenang Pemilu 2009 menunjukkan penghukuman publik. Meski dibela dan disangkal keras petingginya, persepsi publik sulit digoyahkan. Realitas saat ini, sejumlah mantan petinggi partai itu tersangkut kasus korupsi.
Justru dengan hasil survei yang memperlihatkan penurunan elektabilitas itu, sebuah parpol mesti introspeksi, tak menyalahkan pihak lain. Pembenahan di internal, misalnya meminimalkan kader korup, merupakan upaya serius untuk mendapatkan kepercayaan rakyat.
”Partai Demokrat, misalnya, harus menyadari, di internal mereka ada persoalan serius terkait tidak maksimalnya Partai Demokrat mengendalikan perilaku kadernya,” ujar Abdullah.
Partai Demokrat, kata Ray, tak perlu membandingkan dengan cara publik melihat parpol lain. Penilaian publik tak bisa direkayasa atau diarahkan. Semakin banyak kasus yang terungkap menjadikan semakin solid penilaian negatif terhadap parpol bersangkutan. ”Ketimbang menyerang obyektivitas penilaian publik, lebih baik Demokrat berbenah dari dalam,” ujarnya.