Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Data Inafis Sama dengan E-KTP

Kompas.com - 26/04/2012, 03:59 WIB

Jakarta, Kompas - Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menegaskan, data kependudukan dalam kartu identitas terpadu, Indonesian Automatic Fingerprint Identification System, sama dengan data dalam kartu tanda penduduk elektronik. Namun, ia meminta kedua identitas elektronik itu tak dipertentangkan.

Lagi pula, menurut Mendagri di Jakarta, Rabu (25/4), keduanya akan diharmoniskan. Rabu, Mendagri bertemu Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo.

Mendagri dan Kepala Polri sepakat, Inafis dan e-KTP akan diharmoniskan. Namun, Gamawan mengelak menjawab soal bagaimana bentuk harmonisasi itu karena akan dibahas lebih lanjut. ”E-KTP jangan diperhadapkan dengan Inafis,” ujarnya.

E-KTP yang digarap Kementerian Dalam Negeri menggunakan chip, seperti yang dipakai di India. Namun, e-KTP di Indonesia lebih kompleks. Dalam kartu itu disimpan biodata penduduk, nomor induk kependudukan (unique identification), dan tanda tangan pemilik kartu. Disimpan pula data biometri atau rekaman sidik jari dan rekaman iris mata. Biaya pembuatan e-KTP sekitar Rp 16.000 per lembar.

Membebani rakyat

Secara terpisah, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Didi Irawadi Syamsuddin, dan Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane di Jakarta, Rabu, meminta Polri menghentikan proyek Inafis. Selain tidak efisien, proyek Inafis juga dinilai tidak transparan dan memboroskan keuangan negara. Biaya pembuatan kartu Inafis sebesar Rp 35.000 juga membebani masyarakat.

Untuk membuat e-KTP, warga tidak dikenai biaya. ”Kalau kini warga dipaksa membuat kartu sidik jari atau Inafis dengan membayar, padahal datanya sama dengan e-KTP, alangkah tak efisien. Banyak kartu yang harus dimiliki warga, mulai dari e-KTP, Inafis, SIM (surat izin mengemudi), kartu NPWP (nomor pokok wajib pajak), kartu pegawai, kartu ATM, sampai kartu kredit,” papar Didi.

Neta menegaskan, ”Kartu Inafis perlu dihentikan. Kartu Inafis tak bermanfaat karena sudah ada e-KTP, paspor, dan SIM.”

Neta menambahkan, penerapan kartu Inafis cenderung mencurigai rakyat sebagai ”penjahat”. Sebab, salah satu item pada kartu itu adalah catatan kriminal. Padahal, dari sekitar 250 juta rakyat Indonesia, yang terlibat kriminal kurang dari 2 persen.

Secara terpisah, Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Boy Rafli Amar mengungkapkan, Polri akan berupaya mengintegrasikan proyek kartu Inafis dan e-KTP dengan sistem online. Namun, pengintegrasian itu masih memerlukan pembicaraan lebih lanjut.

Wakil Ketua Komisi III DPR dari Partai Golkar Aziz Syamsuddin mengakui, proyek Inafis pernah dibahas dengan DPR. Namun, tak ada pembahasan biaya Rp 35.000 yang membebani rakyat. Karena itu, ia meminta proyek itu dihentikan dahulu.

Sesuai pengamatan Kompas di Kepolisian Resor Jakarta Selatan, warga yang ingin memperoleh kartu Inafis harus membayar di bank. Setelah itu, mereka mengambil formulir yang harus diisi dengan data nama, tempat/tanggal lahir, kebangsaan, agama, pekerjaan, alamat, nomor KTP atau paspor, pendidikan, nama orangtua, nama istri/suami, serta nama anak-anak. Lalu mereka difoto dan diambil sidik jarinya secara elektronik. (ina/fer/nwo/tra)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com