Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inafis Boroskan Anggaran Negara

Kompas.com - 24/04/2012, 02:55 WIB

Jakarta, Kompas - Program kartu identitas terpadu atau Indonesian Automatic Fingerprint Identification Card yang diluncurkan Polri tumpang tindih dengan KTP elektronik. Akibatnya, terjadi pemborosan anggaran negara dan membebani masyarakat.

Penilaian itu disampaikan pengajar Ilmu Kebijakan Publik FISIP Universitas Airlangga, Surabaya, Gitadi Tegas Supramudyo, di Surabaya, serta anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat, A Malik Haramain, dan Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane di Jakarta, Senin (23/4).

Seharusnya, menurut Malik, program KTP elektronik menjadi program utama dan jadi rujukan data bagi instansi lain, termasuk Polri. ”Kalau Polri memerlukan data kependudukan, tinggal berkoordinasi dengan Kemendagri,” ujarnya.

Neta menilai, penerbitan kartu Indonesian Automatic Fingerprint Identification Card (Inafis) oleh polisi tidak efisien, tumpang tindih, tidak transparan, dan berpotensi korupsi, kolusi dan nepotisme. ”Karena itu, IPW mendesak Kapolri membatalkan proyek kartu Inafis,” katanya.

Menurut Neta, Inafis tumpang tindih dan tidak efisien karena data diri ataupun sidik jari sudah ada di KTP elektronik, SIM, dan paspor.

Selain itu, berdasarkan pendataan IPW, proyek Inafis menghabiskan dana Rp 43,2 miliar. ”Namun, Mabes Polri tidak transparan dalam menentukan pemenang proyek Inafis,” katanya.

Anggota Komisi III DPR, Trimedya Panjaitan, berharap Polri menunda pelaksanaan Inafis agar tidak terjadi pelanggaran hukum dalam kebijakan itu. Pasalnya, DPR belum pernah diajak membicarakan masalah ini. Padahal, kebijakan itu memungut dana dari masyarakat.

”Ada sejumlah persoalan yang perlu segera diselesaikan dalam kebijakan ini. Misalnya, apa payung hukum untuk memungut dana Rp 35.000 dari masyarakat yang ingin mendapatkan kartu Inafis? Kedua, bagaimana pembagian peruntukan dana itu berikut pertanggungjawabannya kepada masyarakat?” papar politisi dari PDI-P itu.

Trimedya mengaku kaget dengan kebijakan kartu Inafis karena Polri belum pernah membicarakannya di DPR. DPR juga tidak tahu anggaran yang dipakai Polri untuk melakukan kebijakan itu. Namun, secara umum manfaat kebijakan itu dapat dipahami, yaitu untuk mengatasi tindak kriminal.

Ketua Komisi II DPR Agun Gunandjar Sudarsa menuturkan, kepolisian boleh-boleh saja mengeluarkan Inafis. Namun, data awalnya harus berasal dari KTP elektronik hingga tidak terjadi penggandaan dan tumpang tindih data penduduk.

Gitadi di Surabaya mengatakan, semestinya proyek Inafis dihentikan. KTP elektronik yang dikerjakan Kementerian Dalam Negeri saat ini, ujarnya, merekam data sidik jari, iris mata, data pribadi penduduk, dan tanda tangan. Data ini bisa digunakan di berbagai sektor hanya dengan menggunakan mesin pembaca kartu.

Filosofi pengadaan nomor identitas tunggal yang mendasari KTP elektronik, lanjut Gitadi, adalah satu data yang bisa digunakan untuk segala keperluan. Karena itu, dari kacamata administrasi negara, proyek kartu Inafis jelas pemborosan. Biaya Rp 35.000 yang dipungut untuk setiap kartu Inafis juga membebani warga. Selain itu, setiap warga akan memiliki sangat banyak kartu identitas, mulai KTP, NPWP (nomor pokok wajib pajak), kartu mahasiswa, kartu kredit, kartu ATM, dan kartu Inafis.

Proyek ini juga dinilai tidak tepat waktu. Menurut Gitadi, proyek ini akan memunculkan prasangka baru. Semestinya, polisi lebih berkonsentrasi memberantas korupsi di internalnya.

Gitadi mengatakan, semestinya proyek kartu Inafis dihentikan. Polri seharusnya dapat mengakses data KTP elektronik dari Kemendagri. Ini akan menunjukkan adanya koordinasi antarinstansi dan sudah lenyapnya arogansi kelembagaan.

Secara terpisah, akhir pekan lalu, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan, kepolisian dapat mengakses data kependudukan dari Kemendagri, misalnya untuk keperluan penyidikan kriminal dengan persetujuan Mendagri.

Namun, kemarin di Makassar, Sulawesi Selatan, Gamawan membantah program Inafis tumpang tindih dengan KTP elektronik. ”Saya kira fungsi Inafis lebih pada kepentingan pelayanan kepolisian, seperti pengurusan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) dan surat izin mengemudi (SIM),” ungkapnya.(FER/riz/nta/ina/faj/nwo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com