Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Organda Minta Klarifikasi Kompensasi BBM

Kompas.com - 02/04/2012, 02:54 WIB

Jakarta, Kompas - Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan meminta klarifikasi Kementerian Keuangan mengenai kompensasi pengalihan dana subsidi bahan bakar minyak. Penjelasan terinci dari pemerintah sangat dinantikan untuk mengoreksi rencana bisnis perusahaan.

”Pemerintah, kan, sudah mengesahkan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) Perubahan, di mana di dalamnya terdapat kompensasi BBM (bahan bakar minyak). Nah, kami ingin tahu bagaimana ke depannya?” ungkap Sekretaris Jenderal Organda Andriyansah kepada Kompas, Minggu (1/4), di Jakarta.

Berdasarkan hasil rapat antara Organda dan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Jumat pekan lalu, disepakati bahwa kenaikan tarif angkutan sebesar 22 persen.

Implementasi dari kenaikan tarif ini apabila harga BBM naik dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.000 per liter.

Persoalannya, seperti disampaikan oleh Ketua Umum Organda Eka Sari Lorena, harga suku cadang naik mendahului harga BBM bersubsidi. Kenaikan harga rata-rata mencapai 20 persen dan tidak ada kejelasan apakah harga tersebut akan turun kembali.

”Tanpa kenaikan harga BBM, mestinya dengan mempertimbangkan inflasi dan kenaikan biaya produksi mulai tahun 2011, harusnya tarif angkutan naik 15 persen. Namun, kami tunggu dahululah bagaimana penjelasan dari pemerintah,” papar Eka.

Revitalisasi angkutan

Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono mengatakan, revitalisasi angkutan umum takkan terhenti dengan naik atau tidaknya harga BBM.

”Kami, misalnya, tetap ingin mempertegas kelembagaan transportasi melalui sebuah badan hukum,” ujar dia.

Dengan transportasi yang memiliki kejelasan badan hukum, insentif mudah diberikan. Data jumlah kendaraan umum pun menjadi lebih pasti.

Apabila tadinya pada Minggu kemarin harga BBM naik, tarif sistem angkutan bus cepat (bus rapid transit/BRT) di 14 kota dipastikan tidak naik. Hal itu karena ada subsidi senilai Rp 50 triliun untuk mengompensasi kenaikan harga BBM.

Ke-14 kota yang memiliki BRT adalah DKI Jakarta, Tangerang di Banten, Solo dan Semarang di Jawa Tengah, Bandar Lampung, Palembang di Sumatera Selatan, Yogyakarta, serta Bandung dan Bogor di Jawa Barat. Selain itu, ada juga di Pekanbaru di Riau, Gorontalo, Batam di Kepulauan Riau, Manado di Sulawesi Utara, dan Ambon di Maluku.

Sebelumnya, Direktur Bina Sarana Transportasi Perkotaan Kementerian Perhubungan Elly Sinaga mengatakan, keberadaan BRT sangat ideal untuk mendukung konversi bahan bakar minyak menjadi gas. Terlebih harga per liter gas hanya Rp 2.950.

”Akan tetapi, idealnya memang pembelian mesin yang langsung dapat digunakan untuk bahan bakar gas,” katanya.

Secara teknis, ujar Elly, konverter lebih tepat digunakan bagi mesin pengonsumsi premium ketimbang solar. Ahli transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno, pun menagih janji pemerintah untuk secepatnya mengonversi BBM ke bahan bakar gas.

”Jangan hanya membangun SPBG (stasiun pengisian bahan bakar gas), tetapi juga berilah insentif pengusaha transportasi agar mampu berinvestasi membeli kendaraan umum yang lebih efisien,” kata Djoko.

Menurut Djoko, kendaraan yang efisien bukan saja lebih baik bagi pengusaha, melainkan juga dapat mendorong masyarakat beralih naik kendaraan umum ketimbang kendaraan pribadi. Lebih penting lagi, berkontribusi bagi negara dalam hal penghematan subsidi BBM.

Tahun 2011, dari kuota 41,78 juta kiloliter, sebanyak 97,33 persennya digunakan untuk transportasi darat. (RYO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com