JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Pansus Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional dari Fraksi Partai Demokrat, Benny K Harman, menilai sikap fraksi yang menolak pembahasan RUU Kamnas cenderung bersikap seperti rezim Orde Baru. Menurut Benny, mereka hanya bertugas sebagai tukang stempel RUU rancangan pemerintah.
"Fraksi yang menolak pembahasan telah mereduksi dirinya sekadar tukang stempel," kata Benny, di Kompleks DPR, Jakarta, Selasa (20/3/2012).
Benny menyikapi sikap tujuh fraksi yang berpandangan bahwa RUU Kamnas harus dikembalikan ke pemerintah untuk diperbaiki. Tujuh fraksi itu yakni PDI-P, Partai Golkar, PKS, PPP, PAN, PKB, dan Partai Hanura.
Di Pansus, hanya Fraksi Partai Demokrat yang berpandangan pembahasan RUU Kamnas harus dilanjutkan. Adapun Fraksi Partai Gerindra tak hadir. Akibatnya, RUU Kamnas dikembalikan ke pemerintah untuk direvisi.
Benny mengatakan, jika fraksi berpandangan banyak kekurangan dalam substansi draf RUU Kamnas, seharusnya menjadi tugas anggota Dewan untuk menyempurnakan dengan membahas bersama pemerintah.
Menurut Benny, Pansus sebaiknya mendengarkan pandangan pemerintah terlebih dulu sebelum mengembalikan draf. "Setelah itu fraksi diberi kesempatan memberi pandangan untuk melanjutkan pembahasan atau tidak. Ini belum dibahas kok sudah ditolak," kata Benny.
Dikatakan Benny, RUU Kamnas dibutuhkan untuk mengatasi situasi tertentu. Dia memberi contoh jika terjadi kerusuhan di Papua atau Aceh, di mana kepolisian dan TNI saling menunggu untuk mengatasi.
"Tentu ada sejumlah substansi RUU yang perlu diperbaiki. Tugas kita menyempurnakan. Tidak ada juga niat untuk memangkas kewenangan kepolisian. Nanti kita undang juga kepolisian untuk beri masukan," ujar Ketua Komisi III itu.
Anggota Pansus dari Fraksi PPP Ahmad Yani membantah jika pihaknya hanya sebagai tukang stampel. "Karena bukan tukang stempel makanya kita kembalikan ke pemerintah," kata dia.
Wakil Ketua Pansus dari Fraksi PDI-P Trimedya Panjaitan mengatakan, banyak substansi dalam RUU Kamnas yang bermasalah. Salah satunya, kata dia, adanya aturan yang bersifat represif seperti penyadapan, penangkapan. Aturan itu akan membawa kembali ke zaman Orde Baru.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.