Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden, Saya Mau Keadilan, Bukan Amplop Rp 25 Juta

Kompas.com - 19/03/2012, 06:46 WIB
Maria Natalia

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Indra Azwan (53)–seorang pencari keadilan atas kasus tabrak lari yang menimpa anaknya, Rifki Andika (12), pada 1993–baru tiba di Jakarta pada Minggu (18/3/2012) malam. Lelah. Itu yang terlihat di wajah pria yang sering menyebut dirinya "Singo Edan" ini.

Kulitnya tampak gosong. Rambutnya yang beruban pun lepek karena keringat saat menempuh jarak Malang-Jakarta dengan berjalan kaki. Tertatih-tatih, pria paruh baya ini berjalan memasuki aula kecil di Gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) di Menteng, Jakarta Pusat.

Sesekali ia meringis menahan sakit di kakinya, sambil berusaha duduk di atas sebuah papan di ruangan itu. Perlahan, Indra meletakkan tas ransel yang menemaninya selama 30 hari perjalanan. Di ransel berwarna hitam itu, terselip bendera merah putih yang senantiasa menemani perjalanannya.

Bendera itu sudah lusuh dan kotor. Namun, toh, ia percaya bendera itu bagian dari keadilan yang harus diperjuangkan. Ada juga dua kain putih yang tak lagi putih. Di kain itu terdapat tulisan bewarna merah berbunyi: "Yth Presiden SBY, nyawa anakku harus dihargai. Saya tidak butuh amplop Rp 25 juta oleh istana. Saya tidak butuh janji oleh Kapolda Jatim Rp 2.500.000. Hanya satu harga mati. Akan saya kembalikan semuanya. Keadilan. Demi nyawa anakku. 18 tahun berjuang".

"Saya akan kembalikan uang Rp 25 juta dari Presiden yang beliau titipkan melalui Kepala Bagian Rumah Tangga Istana. Saya tidak butuh uang itu," ujarnya sambil membuka sepatunya perlahan-lahan.

Wajah Indra terlihat menahan perih di kakinya. Tampak luka-luka berdarah di sekitar jemari kaki Indra telah bercampur dengan debu. Ia menolak diberikan obat luka di kakinya. Sambil meringis, ia menggosok kakinya dengan minyak tawon.

Luka itu muncul akibat berjalan kaki dengan rute Malang, Surabaya, Gresik, Lamongan, Bojonegoro, Cepu, Purwodadi, Semarang, hingga akhirnya tiba di Jakarta.

Sebelum bertutur tentang niatnya. Pria tua ini pun mengenang perjalanannya selama 30 hari berjalan kaki. Sekali-kali, ia bercanda untuk melepas penat.

"Saya tidurnya kalau capek, ya, di hotel. Hotel Kuda Laut. Tau, kan? Itu, lho, SPBU, kan, gambarnya kuda laut. Kalau makan di tempat yang mesti berantem. Berantem sama lalat dulu," kata dia sambil tertawa.

"Saya kemarin diajakin makan sama kru TV yang meliput di tempat makan. Saya tolak. Lah, saya enggak cocok makan di tempat mewah begitu. Cocoknya di warteg, yang ada sayur asemnya," kata Indra.

Menurut Indra, kadang sejumlah warung yang ditemuinya tidak ingin Indra membayar makanan yang dimakannya. Ia hanya tersenyum dan mengucapkan terima kasih untuk kebaikan hati orang-orang itu. Dalam perjalanannya, Indra paling lama beristirahat selama satu jam.

Waktu itu ia habiskan untuk mengisap sebatang rokok kretek dan segelas kopi. Satu tempat yang tidak ingin ia singgahi dalam perjalanannya adalah kantor polisi.

"Sudah banyak polisi yang nawarin saya kalau mau istirahat bisa di pos mereka. Saya tolak. Saya enggak mau. Saya enggak percaya lagi sama polisi," ujarnya.

Sambil mengeluarkan isi tasnya, Indra mengatakan, ia hanya membawa empat baju hitam bergambar Singa dan tiga celana pendek serta bekal minum seadanya. Dua bungkus rokok kretek dibawa menemani langkahnya menuju Ibu Kota.

"Saya kasih Presiden waktu paling lambat sampai hari Rabu minggu depan. Kalau tidak, tanggung akibatnya sendiri," kata Indra dengan wajah datar.

Akibat apakah yang harus ditanggung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono jika tak menerima kehadiran Indra? "Ya, beliau akan diketahui oleh dunia internasional bahwa seorang presiden pun mengenal amplop untuk menyelesaikan masalah. Saya masih simpan slip-slip asli yang waktu itu diberikan kepada saya," ungkap Indra.

Jika, tujuannya untuk mendapatkan keadilan bagi putra terkasihnya tak terpenuhi, Indra bersiap pergi ke Mekkah. "Kalo tidak dipenuhi tuntutannya, saya akan mengadu, pengaduan terakhir saya akan ke Mekkah dari Jakarta," ujar Indra.

Sambil duduk menghela dan mengembuskan napas beberapa kali membuang lelah, Indra menyatakan ini ia lakukan demi penantian keadilan untuk anaknya selama 19 tahun.

Sambil membetulkan topi biru bertuliskan Arema yang sering dipakainya, Indra menyatakan istri dan keluarganya mendukungnya demi mendapatkan keadilan.

"Istri saya tahu sampai di mana kemampuan saya. Dia justru tertawa melihat saya. Dia mendukung saya untuk melakukan ini. Ini demi putra saya," ujar Indra.

Sebelumnya diberitakan, pada tahun 2010, Indra mendapat uang senilai Rp 25 juta dari pihak Kepala Rumah Tangga Istana terkait kematian putranya. Indra menerima uang itu setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat itu menjanjikan bantuan untuk membongkar kembali kasus kecelakaan anaknya.

Hingga kini, pelaku tabrak lari, Komisaris Joko Sumatri, melenggang bebas. Presiden, ketika bertemu Indra pada 2010, berjanji menginstruksikan aparat penegak hukum untuk menuntaskan kasus tersebut.

Saat itu, Presiden didampingi Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar, dan Sekretaris Satgas Pemberantasan Mafia Hukum Denny Indrayana.

Namun, hingga kini, janji Presiden tinggalah janji belaka. Penuntasan kasus tersebut tak kunjung selesai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Nasional
Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Nasional
Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Nasional
Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Nasional
PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

Nasional
Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Nasional
Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Nasional
Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Nasional
Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Nasional
Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Nasional
Partai Negoro Resmi Diluncurkan, Diinisiasi Faizal Assegaf

Partai Negoro Resmi Diluncurkan, Diinisiasi Faizal Assegaf

Nasional
Tinjau TKP Kecelakaan Maut Bus di Subang, Kakorlantas: Tak Ditemukan Jejak Rem

Tinjau TKP Kecelakaan Maut Bus di Subang, Kakorlantas: Tak Ditemukan Jejak Rem

Nasional
Kunker ke Sultra, Presiden Jokowi Tiba di Pangkalan TNI AU Haluoleo

Kunker ke Sultra, Presiden Jokowi Tiba di Pangkalan TNI AU Haluoleo

Nasional
ICW Kritik Komposisi Pansel Capim KPK: Rentan Disusupi Konflik Kepentingan

ICW Kritik Komposisi Pansel Capim KPK: Rentan Disusupi Konflik Kepentingan

Nasional
Sekjen Gerindra Sebut Ada Nama Eksternal Dikaji untuk Bacagub DKI 2024

Sekjen Gerindra Sebut Ada Nama Eksternal Dikaji untuk Bacagub DKI 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com