Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengupas RUU Ormas

Kompas.com - 07/02/2012, 02:04 WIB

Sekarang, mirip UU No 9/2009 tentang Badan Hukum Pendidikan yang dibatalkan Mahkamah Konstitusi, RUU Ormas menciptakan jenis baru badan hukum, yaitu ”badan hukum perkumpulan”. Akan tetapi, RUU dengan definisi ormas bercakupan luas itu justru membatasi hanya dua pilihan badan hukum, yaitu ”badan hukum perkumpulan” dan yayasan. Akibatnya, ormas di bidang ekonomi terhalang memilih berbagai jenis badan hukum yang sudah tersedia.

RUU juga mewajibkan semua ormas bukan berbadan hukum mendaftarkan diri ke pemerintah (Pasal 16). Akibatnya, kalau tak mendaftar, ormas tak memiliki izin kegiatan atau tidak dapat beroperasi. Ini adalah konstruksi yang melanggar prinsip kemerdekaan bangsa untuk berserikat, sebagaimana ditentukan Pasal 28, 28C (2) dan 28E (3) UUD 1945, UU No 39/1999, ataupun International Covenant on Civil and Political Rights (diratifikasi dengan UU No 12/2005).

Paradigma patrimonialisme birokratik masih disisipkan dalam RUU Ormas untuk mengatur relasi negara dan masyarakat. Seharusnya ormas tak wajib mendaftarkan diri kepada pemerintah. Ormas dapat secara sukarela mendaftarkan untuk berhubungan dengan instansi pemerintah berdasarkan kebutuhan dan sesuai jenis kegiatan ormas. Dengan demikian, tidak tepat Menteri Dalam Negeri memonopoli definisi ”menteri” (Pasal 1 Angka 7).

Penyusun RUU Ormas juga terkecoh. Anarkisme perseorangan dan berkelompok sudah diancam KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana), tetapi pembiaran terhadap anarkisme dianggap karena tak ada aturan yang mewajibkan masyarakat berorganisasi (ormas) untuk mendaftarkan diri kepada pemerintah. Sebetulnya anggota ormas dapat meminta pembubaran melalui rapat anggota atau ormas lain dapat menuntut pembubaran melalui kepailitan. Atas nama ketertiban umum dan kepentingan masyarakat, Jaksa Agung juga dapat menuntut pembekuan atau pembubaran badan hukum ormas melalui pengadilan.

Penulis beruntung dapat menyampaikan pemikiran kepada Pansus RUU Ormas di DPR (12/1/2012) bahwa keseluruhan isi RUU terpaksa dibongkar, terutama Bab IV-V. Tugas anggota DPR adalah menyemaikan demokrasi karena prinsip hukum dalam mengatur kebebasan adalah minimalis. Prinsip serupa berlaku terhadap RUU tentang perkumpulan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2009-2014 yang tidak jelas mengapa perkumpulan dan ormas dibedakan.

Mohammad Fajrul Falaakh Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com