Jakarta, Kompas -
”Saat ini ada 11.000 restoran yang terdata di Dinas Pajak. Namun dari angka itu, belum termasuk warteg. Jumlah warteg di Jakarta diperkirakan sebanyak 20.000 warteg,” ujar Iwan Setiawandi, Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta, di Jakarta, Rabu (1/2).
Menurut Iwan, pajak restoran yang mulai ditagihkan ini sangat membutuhkan kepatuhan dan kejujuran dari wajib pajak (WP), mulai dari rumah makan skala besar sampai rumah makan ukuran kecil seperti warung dan kios. ”Apabila omzet penjualan mereka mencapai Rp 200 juta, maka mereka wajib membayar pajak sebesar 10 persen dari omzet yang dicapai,” ujarnya.
Iwan mengakui, banyak wajib pajak yang sulit ditagih karena tidak mempunyai catatan keuangan yang baik atau bahkan tidak punya sama sekali.
”Untuk itu, kami berharap pemilik warung makan skala kecil untuk menilai dirinya sendiri. Berapa pun yang mereka setor akan kami terima,” jelas Iwan.
Meskipun demikian, petugas pajak juga akan melakukan pengawasan diam-diam untuk memverifikasi.
Iwan berharap sistem seperti ini bisa mendorong terjadinya pembelajaran bagi setiap usaha restoran untuk membuat pembukuan yang baik.
Ia mengatakan, penerapan pajak restoran ini juga tidak hanya dilakukan Jakarta, tetapi juga semua kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
Apabila ada pihak yang keberatan, Iwan mempersilakan menggugatnya ke Mahkamah Agung (MA), seperti yang dilakukan Koperasi Warung Tegal (Kowarteg), Selasa (31/1).