Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wiranto: Tunda Beli Tank Leopard jika Ganggu Perekonomian

Kompas.com - 19/01/2012, 21:33 WIB
Maria Natalia

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kementerian Pertahanan berencana membeli 100 buah tank Leopard bekas angkatan bersenjata Belanda dengan anggaran 280 juta dollar AS. Sejumlah kalangan dan Dewan Perwakilan Rakyat menentang rencana pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista) tersebut.

Menanggapi hal tersebut, mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Wiranto menyatakan, sebaiknya pembelian tersebut ditunda dulu jika sampai mengganggu perekonomian nasional. Apalagi, harga tersebut terbilang fantastis di saat negara sedang membutuhkan anggaran untuk masyarakatnya.

"Problemnya sekarang apakah pengadaan alutsista yang memerlukan biaya besar ini mengganggu perekonomian nasional. Kalau mengganggu perekonomian nasional ditunda dulu. Kalau tidak mengganggu go ahead lanjutkan saja," ujar Wiranto saat menghadiri diskusi di PP Muhammadiyah, Kamis (19/1/2012) di Jakarta.

Namun, Wiranto tak menampik bahwa TNI memang membutuhkan alutsista baru. Hal ini karena perlengkapan TNI, kata dia, telah ketinggalan zaman. Persenjataan yang baru, menurutnya, turut membangkitkan kepercayaan diri bangsa maupun TNI sendiri.

"Memang ada suatu kebutuhan di sana. Kebutuhan bahwa kekuatan TNI yang menyangkut alutsista itu harus kuat dan modern, itu harapan semua negara karena tatkala negara ketinggalan dalam pengadaan alutsista dan dianggap TNI-nya lemah, tentaranya lemah. Tidak hanya untuk perang, tetapi agar tidak mudah digertak dan disepelekan negara lain," tegasnya.

Ia menyatakan, pembelian senjata-senjata untuk TNI harus ini sesuai dengan prosedur di mana ada survei mengenai harga dan kecocokannya untuk dipakai oleh angkatan bersenjata RI atau tidak, termasuk dicocokkan dengan kondisi di lapangan.

"Pasti pengadaannya harus melalui syarat-syarat yang lebih terbuka sehingga uang rakyat yang ratusan triliun itu jangan sampai mubazir. Jangan sampai bumerang bagi kita jadi lahan untuk dikorupsi. Sehingga, kita seakan-akan membeli yang bagus, tetapi kenyataannya buruk," pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, tank buatan Jerman ini rencananya akan digunakan untuk memperkuat armada TNI Angkatan Darat di wilayah perbatasan Kalimantan.

Namun, niatan itu tampaknya akan sulit mengingat tak hanya sebagian publik yang menolak, sebagian orang dari parlemen Belanda juga tak menyetujui pembelian tank ini.

Mereka menilai Indonesia masih melakukan berbagai pelanggaran HAM. Belanda tak mau tank-tank itu dipakai untuk pelanggaran HAM.

Di dalam negeri, beberapa anggota Komisi I DPR tegas-tegas menolak rencana itu. DPR menilai spesifikasi tank Leopard tak cocok dengan kondisi medan Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com