Taipei, Rabu -
Presiden petahana Ma Ying Jeou yang pro-Beijing akan bertarung melawan pemimpin oposisi Tsai Ing Wen. Jika terpilih, Tsai akan menjadi perempuan presiden pertama di Taiwan. Tsai adalah pemimpin Partai Demokrat Progresif (DPP) berusia 55 tahun.
”Masyarakat kita akan menjadi lebih harmonis dan negara kita akan lebih bersatu di bawah kepemimpinan seorang perempuan,” kata Tsai dalam salah satu kampanyenya.
Tsai bergabung dengan partai pada 2004. Calon yang belum teruji ini adalah profesor bidang hukum. Berbeda dengan tradisi politis DPP yang telah memiliki reputasi, agresif, dan pandai, Tsai sebenarnya menghadapi keraguan, bahkan dari partainya sendiri.
Tahun ini, jajak pendapat memperlihatkan bahwa akan ada persaingan ketat antara partai penguasa, yaitu Partai Nasionalis, dengan DPP. Hasilnya diperkirakan tidak ada yang mendapatkan suara mayoritas.
Presiden Ma diperkirakan dapat mengungguli Tsai. Namun, kalaupun dia menang, kontrol di parlemen akan krusial.
”Ada beberapa kesulitan bagi kami, tetapi tampaknya kedua partai tidak akan mendapat suara mayoritas,” ujar Gao Jyh Peng, pendukung DPP.
Bagi Gao dan politisi akar rumput lainnya, implikasi geostrategi dari hasil pemilu ini tidak lebih penting dibandingkan dengan isu dalam negeri seperti lapangan kerja, perumahan, dan biaya hidup.
Akan tetapi, jika kaum nasionalis tidak dapat mempertahankan suara mayoritas, dapat berarti akan ada kemunduran dan tantangan atas kebijakan partai yang pro-China. Selama ini kebijakan pro-China telah menarik investor asing.
Keamanan menjelang pemilu akhir pekan ini diperketat setelah ditemukan seorang lelaki yang membawa senjata berada di dekat Tsai. Polisi di Taichung menahan Tai Kuo Feng (34) yang didapati duduk di mobil dengan senjata di tangannya. Mobil itu diparkir di dekat rute kampanye Tsai.
Kuo Feng mengatakan, senjata itu dibawanya untuk keperluan olahraga. ”Penyelidikan awal menemukan tersangka tidak memiliki afiliasi politik mana pun,” ujar Lee Chen Liang, polisi Taichung.
Taiwan siap siaga meningkatkan penjagaan sejak ada penembakan misterius pada pemilu 2004 yang melukai Chen Shui Bian dan wakilnya, Annette Lu, saat kampanye di Taiwan