JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Demokrat terkena imbas dari buruknya persepsi publik terhadap kinerja pemberantasan korupsi dan penegakan hukum pemerintah.
Sebagai penyokong utama pemerintah dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, elektabilitas Partai Demokrat menurun seiring dengan rendahnya kinerja pemerintah dalam pemberantasan korupsi dalam persepsi publik.
Hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) tentang kepercayaan publik pada pemberantasan korupsi menunjukkan bahwa ada pengaruh besar dari penilaian rakyat terhadap kinerja pemerintah dalam pemberantasan korupsi terhadap nasib Partai Demokrat.
LSI mencatat, penilaian atas kinerja pemerintah ini bukan segala-galanya bagi kelangsungan Partai Demokrat, tapi akan sangat sulit bagi partai ini pada 2014 bila tak ada perbaikan kinerja pemerintahan dalam pemberantasan korupsi. Apalagi, Partai Demokrat juga tersandung korupsi mantan bendahara umumnya, Muhammad Nazaruddin.
Direktur Eksekutif LSI Dodi Ambardi menyatakan, bila tingkat elektabiltias Partai Demokrat tetap tinggi, sebaiknya pemerintah memang memperbaiki kinerjanya dalam pemberantasan korupsi. Tetapi Dodi juga menyebut cara lain untuk memperbaiki elektabilitas Partai Demokrat. Caranya? Dewan Pembina harus berani mencopot Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
"Kalau kemudian dalam persepsi publik Anas itu bagian dari problem saya kira itu salah satu langkah (mencopot Anas dari jabatan Ketua Umum Partai Demokrat). Tetapi kan Anas jadi problem atau bukan, itu Dewan Pembina yang tahu. Di internal mereka seperti apa. Tetapi harus ditangani isu-isu yang kayak gitu, karena dia (Anas) adalah yang paling puncak di Demokrat paling tidak," kata Dodi.
Orang di luar Partai Demokrat mungkin melihat pencopotan Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat merupakan liability (kewajiban) partai tersebut karena mengusung tema kampanye pemberantasan korupsi, tetapi malah tersangkut kasus-kasus korupsi.
"Kalau sebagai orang luar mudah, kalau kita melihat itu liability, ya sudah sikat. Tapi kalau tidak ya harus dibela dong, dikelola dong. Ini kan problem Demokrat," katanya.
Namun Dodi melihat, dalam kasus ini, Anas tak dibela tetapi juga tak dicopot. "Wah kalau itu saya enggak tahu kenapa, tanyakan saja ke orang Demokrat," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.