Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagi Hasil Migas

Kompas.com - 05/01/2012, 02:06 WIB

Total pembiayaan 15 tahun ke depan, jika tak ada perbaikan dan jika kerusakan tidak meningkat, diperkirakan Rp 138,5 triliun.

Dana bagi hasil migas

Protes atas ketidakadilan pusat dalam hal alokasi anggaran pembangunan Kaltim melalui upaya tuntutan uji materiil Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang digagas Majelis Rakyat Kalimantan Timur Bersatu (MRKTB) adalah wajar.

Masyarakat Kaltim jauh lebih dewasa menyikapi perbedaan dengan menempuh jalur-jalur konstitusional untuk menyampaikan aspirasi dan tuntutan lewat uji materi ketimbang melakukan tuntutan dengan cara-cara keras, anarkis, bahkan mengancam memisahkan diri dari NKRI.

MRKTB berpendapat, frase ”84,5 persen untuk pemerintah dan 15,5 persen untuk daerah atas bagi hasil minyak” dan frase ”69,5 persen untuk pemerintah dan 30,5 persen untuk daerah atas bagi hasil gas” dalam ketentuan Pasal 14 huruf e dan f UU No 33/2004 bertentangan dengan UUD 1945, khususnya Pasal 1 Ayat (1); Pasal 33 Ayat (1), (3), dan (4); Pasal 18A Ayat (2); Pasal 28D Ayat (1); Pasal 28I Ayat (2).

Pembagian bagi hasil migas untuk Papua berdasarkan pada Pasal 34 UU No 21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua mengatur pembagian hasil migas, di mana bagi hasil SDA pertambangan minyak bumi sebesar 70 persen dan gas alam 70 persen. Dana bagi hasil migas untuk Aceh berdasarkan UU No 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh juga sama dengan Papua.

Masalahnya, formula bagi hasil migas 70 persen untuk Aceh dan Papua serta 30 persen untuk pemerintah pusat tak memiliki dasar empiris-akademis yang kuat. Pertimbangan politis amat kental dalam penentuan bagi hasil migas untuk Aceh dan Papua.

Sejak dikeluarkannya UU No 33/2004, muncul berbagai protes ketidaksetujuan atas isi UU tersebut. Protes terutama diajukan oleh daerah yang kaya SDA. Karena tidak mendapat otonomi khusus seperti Aceh dan Papua, sekitar 17 daerah penghasil migas hanya menerima dana bagi hasil minyak 15,5 persen dan gas 30,5 persen. Ironisnya, daerah yang kaya SDA mengalami kekurangan dana pembiayaan daerah untuk mempercepat pembangunan infrastruktur dan menurunkan tingkat kemiskinan.

Tidak mengherankan, daerah yang kaya SDA tak setuju dengan ketetapan dalam hal alokasi dana perimbangan (DAU, DAK, dana bagi hasil) dan menghendaki adanya revisi terhadap UU tersebut.

Dana bagi hasil yang bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal pusat-daerah tak tercapai. Ternyata, daerah-daerah penghasil migas memiliki tingkat kemiskinan yang jauh lebih tinggi daripada daerah yang tak punya SDA. Rakyat di daerah kaya SDA hanya mendapatkan sampah, kerusakan lingkungan, dan sedih tak berkesudahan akibat eksploitasi ekonomi.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com