Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Tunisia ke Mesir

Kompas.com - 27/12/2011, 16:48 WIB

Asumsi yang segera terpetik dalam benak, rezim Mubarak secara de facto sudah jatuh dan kejatuhannya secara resmi tinggal menunggu waktu. Para pemuda Mesir saat itu sudah menguasai kota Kairo, khususnya Alun-alun Tahrir. Mubarak pun mulai merasa terjepit dan kehilangan kendali. Ia lalu meminta bantuan militer mengembalikan keamanan. Namun, militer secara mengejutkan akhirnya juga memihak rakyat melalui pernyataan-pernyataan pers yang menyatakan memahami tuntutan rakyat saat itu.

Rezim Mubarak tampak makin lunglai karena telah kehilangan sandaran utamanya, yaitu militer. Akhirnya Wakil Presiden Mesir Omar Sulaiman pada 11 Februari 2011 mengumumkan, Mubarak menyerahkan kekuasaan kepada Dewan Agung Militer. Perjuangan para pemuda Mesir pun berhasil menumbangkan rezim Mubarak dalam kurun waktu hanya 18 hari.

Hanya berselang beberapa hari dari kejatuhan Mubarak, aksi gerakan menumbangkan pemimpin Libya, Moammar Khadafy, segera dimulai pula. Gerakan anti-Khadafy bermula dari kota Benghazi, Libya timur, 15 Februari 2011. Berselang dua hari setelah itu, 17 Februari 2011, kota Benghazi jatuh ke tangan kaum pemuda revolusioner Libya secara penuh. Ini kemudian disebut revolusi 17 Februari.

Jatuhnya Benghazi ibarat kekuatan magnet yang segera memengaruhi kota-kota lain di Libya. Satu per satu kota jatuh ke tangan kaum pemuda revolusioner, seperti Tobruk, Derna, Ajdabiya, dan Bayda di Libya timur. Menyusul kemudian kota-kota di Libya barat seperti Misrata, Zawiya, dan kawasan gunung Nafusa yang dihuni mayoritas etnis Berber.

Revolusi Libya kemudian segera beralih dari gerakan damai ke konflik bersenjata antara kaum revolusioner dan loyalis Khadafy. Ini mendorong campur tangan NATO lewat resolusi Dewan Keamanan PBB No 1973 yang turun 17 Maret 2011. Resolusi ini menegaskan diterapkannya zona larangan terbang di atas teritorial udara Libya untuk misi perlindungan warga sipil. Campur tangan ini lambat laun mengubah perimbangan kekuatan militer di Libya. Loyalis Khadafy yang semula di atas angin secara militer mulai terdesak dan akhirnya kota Tripoli jatuh ke tangan pasukan oposisi, akhir Agustus. Puncak keberhasilan revolusi Libya adalah tatkala mereka berhasil menangkap Khadafy di Sirte, akhir Oktober lalu, dan lalu membunuhnya.

Yaman dan Suriah

Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh akhirnya juga bersedia menandatangani proposal damai GCC (negara-negara Arab Teluk) di Riyadh, Arab Saudi, akhir November, setelah mendapat tekanan gelombang rakyatnya dan masyarakat internasional. Proposal damai itu menegaskan, Abdullah Saleh harus menyerahkan kekuasaan kepada wakil presiden.

Adapun gelombang revolusi Suriah untuk menumbangkan rezim Bashar al-Assad dimulai dari Masjid Umawi, pusat kota Damaskus, 15 Maret 2011. Saat itu, ratusan pengunjuk rasa keluar dari masjid bersejarah ini dengan berteriak-teriak menuntut kebebasan. Pada jejaring sosial Facebook milik aktivis Suriah yang beredar tertulis status "revolusi Suriah melawan rezim Bashar Assad tahun 2011". Para aktivis mengklaim memiliki 40.000 anggota dalam jejaring sosial itu. Gerakan anti-Assad juga cepat menjalar ke kota lain, seperti Daraa, Hama, Homs, Latikia, Aleppo, dan wilayah pedesaan di Suriah. Revolusi Suriah hingga kini terus berlanjut dan bahkan semakin berdarah. (Musthafa Abd Rahman)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com