Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Empat PR Pemerintah soal Otsus Papua

Kompas.com - 15/11/2011, 09:02 WIB
Khaerudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Meski telah diundangkan sejak tahun 2002,  pelaksanaan otonomi khusus di Papua masih jalan di tempat. Padahal, otonomi khusus dipercaya sebagai salah satu resep utama menyelesaikan masalah Papua.

Otonomi khusus (otsus) juga harus dilihat tak sekadar menggelontorkan dana dari pusat dalam jumlah besar ke Papua. Pemerintah setidaknya masih memiliki empat pekerjaan rumah terkait pelaksanaan otonomi khusus di Papua.

"Saya melihat bahwa kita lihat otsus tidak hanya dilihat dari dana yang besar di Papua. Bahwa mengelola otsus ini, kami melihat ada empat persoalan besar yang harus bersama-sama diselesaikan. Ini tugas kolektif kita sebagai bangsa," kata Staf Khusus Presiden Bidang Otoomi Daerah Velix Wanggai di Jakarta, Senin (14/11/2011).

Velix mengungkapkan, pekerjaan rumah pertama adalah membenahi strategi pembangunan karena dalam UU Otonomi Khusus Papua dijelaskan tentang strategi pembangunan Papua yang harus disusun bahkan sejak perencanaannya. "Banyak ayat-ayat dan pasal-pasal yang bicara strategi pembangunan yang harus disusun dari aspek perencanaan yang dibenahi, kemudian bagiamana pelaksanaan, kemudian bagaimana pendekatan yang tepat untuk konteks Papua. Jadi pembenahan di dalam strategi pembangunan," katanya.

PR kedua adalah membenahi strategi pembiayaan atau keuangan. "Dana yang semakin besar, selama otsus dari 2002, belum ditambah dana-dana sektoral, harus kita benahi. Bagaimana strategi pengalokasian, strategi alokasi dana, kemudian hubungan kerja antara pusat, provinsi, dan kabupaten. Bagaimana pembiayaan ini bisa berjalan sinergis, sinkron. Kemudian bagaimana aspek pengendalian dana itu," ujarnya. Sementara PR ketiga pemerintah adalah memperkuat kelembagaan pemerintahan di Papua.

"Maksudnya adalah bagaimana kapasitas aparatur provinsi, pemerintah kabupaten. Bagaimana aspek hubungan kewenangan antara pusat, antara provinsi dan kabupaten. Bagaimana strategi apakah Papua ini akan dimekarkan menjadi hanya cukup dua provinsi ataukah sepakat dengan lima provinsi. Ini aspek kelembagaan yang harus dibenahi," kata Velix.

Velix mengatakan, pekerjaan rumah terakhir dan terpenting terkait otonomi khusus Papua adalah menyangkut aspek politik, hukum, dan hak asasi manusia (HAM). Dia mengatakan, pemerintah harus memastikan persoalan pelanggaran HAM tertangani, termasuk pelanggaran HAM masa lalu.

Selain itu, juga keterlibatan kepala daerah dalam perencanaan tata ruang pertahanan, termasuk wewenang memberi pertimbangan siapa yang harus diangkat menjadi kepala kepolisian daerah. "Intinya, pekerjaan keempat adalah bagaimana menciptakan rekonsiliasi sosial di Papua," kata Velix. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com