JAKARTA, KOMPAS.com — Perombakan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II yang dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dinilai berlawanan dengan harapan rakyat. Perombakan kabinet tersebut hanya membuat sistem kabinet bertambah gemuk dengan daya sedot anggaran yang besar bagi para elite dan tidak untuk rakyat. Hal itu diungkapkan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Laode Ida dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (25/10/2011).
Menurut Laode, dengan pengangkatan wakil menteri dan menteri-menteri yang telah dilakukan Presiden SBY, hal itu tidak akan bisa berjalan efektif untuk menyejahterakan rakyat.
"Implikasinya sederhana saja. Dengan adanya wakil menteri yang harus bekerja sama dengan menteri, hal itu pasti akan membuat anggaran negara kian tersedot ke atas, bukan ke bawah. Padahal, harapan rakyat saat ini, paling tidak, posisi kementerian bisa lebih profesional dan terarah dalam menjalankan agenda untuk rakyat," ujar Laode.
Laode menilai, pengangkatan wakil menteri merupakan tindakan menetralkan para menteri dari partai politik. Ia menilai, kabinet pasca-perombakan ini menggambarkan upaya Presiden yang ingin tetap bertahan pada posisi aman, juga bagi para kelompok koalisi pendukung pemerintahannya, hingga 2014.
"Meskipun tidak semuanya, sampai saat ini masih ada pengangkatan menteri yang tidak seusai dengan bidangnya. Itu artinya profesionalisme itu tidak dijadikan pertimbangan dalam reshuffle (perombakan kabinet) ini. Kabinet masih jauh dari nilai-nilai yang diharapkan rakyat. Meskipun ada, itu hanya di beberapa bidang tertentu," katanya.
Lebih lanjut, dikatakan Laode, dengan waktu satu setengah tahun efektif di sisa tiga tahun pemerintahannya, kondisi itu akan menjadikan pekerjaan yang berat bagi para menteri dan wakil menteri pasca-perombakan. Sisa satu setengah tahun ke depan, diprediksi banyak manuver dari partai-partai politik menyambut Pemilu 2014.
"Kalau sudah seperti itu, sudah pasti banyak pula menteri yang akan mengabaikan Presiden SBY karena menjalankan agenda dari partai politiknya. Jadi, pekerjaan berat bagi kabinet hasil reshuffle ini untuk bisa berbuat apa-apa di sisa masa pemerintahan ini," kata Laode.
Sementara itu, mantan aktivis 77/78, Indro Tjahjono, mengatakan, kabinet pasca-perombakan kali ini merepresentasikan subkultur politik Indonesia. Menurutnya, sistem politik berbagi "rezeki" hingga saat ini masih sulit dihilangkan dalam sistem pemerintahan Indonesia sehingga terkesan bahwa rakyat menjadi prioritas nomor dua bagi pemerintahan.
"Sebenarnya, hanya ada sekali Zeken Kabinet yang profesional dalam sejarah pemerintahan Indonesia, yaitu Kabinet Juanda. Namun, kabinet itu pun tidak bisa bertahan lama karena fungsi kabinet untuk merepresentasikan kekuasaan orang-orang yang menang. Ini yang sulit dihilangkan dari dulu," kata Indro.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.