Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kabinet 100 Menteri?

Kompas.com - 19/10/2011, 02:26 WIB

Ikrar Nusa Bhakti

Mengamati perkembangan rencana perombakan kabinet, khususnya dengan semakin banyaknya para calon wakil menteri yang akan diangkat, penulis teringat masa-masa akhir menjelang kejatuhan Presiden Soekarno.

Pada kurun 1960-an itu—untuk mengatasi krisis sosial, ekonomi, dan keamanan serta mempertahankan posisi jabatannya—Presiden Soekarno membentuk Kabinet 100 Menteri.

Situasi saat ini tentu saja tidak sama dengan situasi pertengahan 1960-an. Pada masa itu, pengangkatan jajaran kabinet lebih disebabkan oleh situasi dalam negeri Indonesia yang suhu politiknya mulai memanas. Meski nuansa politiknya terasa sama, perombakan kabinet pada akhir pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono seakan bagi-bagi posisi dan kekuasaan yang amat sulit diterima akal sehat.

Kita mendengar, membaca, dan menonton pemberitaan media massa, tujuan dari perombakan kabinet adalah agar dalam tiga tahun ke depan kerja kabinet mengalami percepatan dan efektif demi tercapainya tujuan akhir dari program kerja Kabinet Indonesia Bersatu II 2009- 2014. Namun, jika kita menganalisis perombakan kabinet yang amat dramatik itu, impian SBY mewariskan Indonesia yang kuat dari segi politik, ekonomi, dan pertahanan/keamanan tampaknya sulit menjadi kenyataan pada akhir masa jabatannya 20 Oktober 2014.

Seperti diutarakan SBY, penataan organisasi kali ini bukan hanya menyentuh kementerian, melainkan juga semua lembaga pemerintah nonkementerian dan badan usaha milik negara. Ini suatu keinginan yang luhur, tetapi sangat terlambat dan menggambarkan nafsu menata yang amat besar dalam waktu amat singkat.

Jika sektor-sektor pemerintahan dan BUMN ingin ditata secara sistematik, mengapa tidak diprogramkan sejak dibentuknya Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I (2004-2009)? Jika dilakukan sejak masa itu, bukan mustahil impian menjadi kenyataan. Namun, ketika dilakukan pada masa tiga tahun terakhir pemerintahan, tampaknya dengan kerja keras maraton pun akan sulit dicapai. Ini karena pada 2013 semua partai politik, terlebih lagi Sekretariat Gabungan Koalisi, sudah disibukkan dengan kampanye pemenangan 2014.

Kuat nuansa politis

Ada beberapa catatan penting dari nafsu besar penataan tiga sektor itu. Pertama, perombakan kabinet yang terlambat penuh dengan nuansa politik untuk mempertahankan kekuasaannya sampai 2014 ketimbang untuk mengakselerasi dan mengefektifkan kerja kabinet.

Presiden memang mengajarkan suatu fatsun politik baru bahwa perombakan kabinet harus dikomunikasikan dengan pimpinan partai-partai pendukung. Namun, mengapa penjelasan mengenai urgensi perombakan kabinet itu diinformasikan kepada pimpinan partai pada hari-hari terakhir menjelang pengumuman, bukan pada saat awal Presiden mengumumkan akan ada perombakan?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com