Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan Bebas Mochtar Muhammad Sudah Diduga

Kompas.com - 13/10/2011, 06:25 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Agung sudah menduga adanya putusan bebas terhadap Wali Kota Bekasi (nonaktif) Mochtar Muhammad di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung. Majelis hakim sebelumnya juga menangguhkan penahanan terhadap Mochtar.

Demikian disampaikan Ketua Muda Bidang Pidana Khusus Mahkamah Agung (MA) Djoko Sarwoko di Jakarta, Rabu (12/10). MA pun mempersilakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meneliti lebih lanjut berbagai kemungkinan di balik jatuhnya vonis bebas di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung itu.

Mochtar dituduh menyuap anggota DPRD Bekasi sebesar Rp 1,6 miliar untuk memuluskan pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun 2010, penyalahgunaan anggaran makan-minum sebesar Rp 639 juta, penyuapan untuk mendapatkan Piala Adipura tahun 2010 senilai Rp 500 juta, serta penyuapan pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senilai Rp 400 juta agar mendapat opini wajar tanpa pengecualian. Lima terdakwa untuk kasus yang sama diputuskan bersalah oleh Pengadilan Tipikor Jakarta.

Menurut Djoko, MA memiliki dugaan akan terjadi putusan bebas yang kontroversial itu saat beberapa waktu sebelumnya majelis hakim mengeluarkan terdakwa dari tahanan. ”Saat Mochtar dikeluarkan dari tahanan, saya langsung menelepon Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Barat. Saya minta dia memanggil majelis hakimnya, tanya kenapa dikeluarkan. Katanya, alasan kemanusiaan,” tuturnya.

Diakui Djoko, MA akan memanggil Ketua Pengadilan Negeri Bandung yang menunjuk ketiga hakim yang mengadili perkara Wali Kota Bekasi. Pemanggilan itu juga dilakukan untuk mencari tahu berbagai kemungkinan di balik putusan bebas, termasuk jika ada aliran dana. Kalau benar ada aliran dana kepada majelis hakim, benar-benar memalukan.

Djoko heran Pengadilan Tipikor Bandung bisa membebaskan perkara korupsi yang ditangani KPK. Pasalnya, perkara yang ditangani KPK biasanya lebih kuat dalam hal pembuktian dan lebih lengkap.

Terkait informasi tentang Ramlan Comel—anggota majelis hakim yang mengadili Mochtar, yang disebut pernah menjadi tersangka korupsi—Djoko mengakui sudah mengecek informasi itu ke sesama hakim ad hoc Pengadilan Tipikor, Syamsul Rakan Chaniago. Syamsul Rakan, lanjut Djoko, membenarkan bahwa Ramlan pernah menjadi tersangka kasus korupsi saat berada di Pekanbaru, Riau. Ramlan adalah terdakwa kasus korupsi dana overhead di perusahaan PT Bumi Siak Pusako senilai 194.496 dollar AS atau sekitar Rp 1,8 miliar. Ia akhirnya divonis bebas.

Febri Diansyah dari Indonesia Corruption Watch menambahkan, Ramlan Comel pernah menjadi terdakwa kasus korupsi. ”Seharusnya ia tidak lolos seleksi hakim ad hoc Pengadilan Tipikor meski dibebaskan dalam kasus yang didakwakan,” katanya. Ramlan tercatat menjadi hakim ad hoc yang membebaskan terdakwa korupsi lain, yakni Bupati Subang Eep Hidayat, di Pengadilan Tipikor Bandung pula.

Selain empat perkara yang terdakwanya dibebaskan di Pengadilan Tipikor Bandung, Djoko mengakui, Pengadilan Tipikor Jakarta dan Semarang membebaskan seorang terdakwa serta Pengadilan Tipikor Surabaya memvonis bebas sembilan perkara.

Terkait dengan banyaknya putusan bebas di Pengadilan Tipikor Surabaya, hakim ad hoc Tipikor di pengadilan itu, Gazalba Saleh, mengutarakan, putusan bebas dilakukan sebab secara umum surat dakwaan jaksa penuntut umum sangat lemah dan sulit dibuktikan di persidangan. ”Ada perkara yang sudah kedaluwarsa dan pasal dakwaan tak diatur di dalam Undang-Undang Pemberantasan Korupsi juga tetap diajukan,” tuturnya.

Ia menambahkan, banyak auktor intelektualis tak disentuh jaksa. Yang diajukan ke pengadilan kebanyakan pelaku di lapangan.

Sumantono, dari Humas Pengadilan Tipikor Bandung, mengungkapkan, sejak berdiri 1 Januari 2011, pengadilan itu sudah menyidangkan 84 kasus korupsi. Sebanyak 38 perkara diputus, dengan empat putusan bebas dan sisanya diputus bersalah.

Hakim abaikan bukti

Secara terpisah, jaksa KPK dalam perkara Mochtar memastikan mengajukan kasasi atas putusan bebas itu. Menurut seorang jaksa, I Ketut Sumedana, majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung dinilai keliru menerapkan hukuman dan mengabaikan semua bukti yang diajukan jaksa. ”Alat bukti yang kami ajukan tak dipertimbangkan semuanya. Ada 42 saksi dan 320 dokumen yang disita secara sah oleh penyidik KPK, semua tidak dipertimbangkan,” kata Ketut.

Menurut Ketut, tim jaksa yakin bakal menang di tingkat kasasi. Apalagi, ada keanehan dalam proses sidang Mochtar, yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Azharyadi, antara lain dengan penangguhan penahanan pada Mochtar. ”Penangguhan itu kewenangan hakim. Tetapi, kami sudah menyatakan keberatan waktu persidangan dan tidak dipertimbangkan juga,” imbuhnya.

Kejaksaan Tinggi Jawa Barat menyatakan, dakwaan untuk tiga kepala daerah yang diputus bebas di Pengadilan Tipikor Bandung sudah disusun dengan cermat. Dalam tiga bulan terakhir, Pengadilan Tipikor Bandung membebaskan Bupati Subang (nonaktif) Eep Hidayat, Wakil Wali Kota Bogor (nonaktif) Achmad Ru’yat, dan Mochtar. Sehari sebelumnya, Pengadilan Tipikor Bandung juga memutus bebas terdakwa korupsi proyek multimedia di Kabupaten Bekasi.

”Kami sudah mengadakan eksaminasi. Hasilnya, jaksa sudah bertindak profesional menyusun dakwaan serta pembuktian di dalam persidangan,” kata Asisten Pidana Khusus Kejati Jabar Fadil Zumhanna, Rabu.

Sebaliknya, Ketua Pengadilan Tipikor Bandung Joko Siswanto mengingatkan, hakim memiliki kebebasan dalam memutus perkara, yang tidak bisa diintervensi oleh opini publik, bahkan oleh ketua pengadilan. ”Yang pasti, semua putusan dibuat secara bulat. Tidak ada dissenting opinion (pendapat berbeda) dari anggota majelis hakim,” ujarnya.

Ia menegaskan, hakim bekerja maksimal meski juga mengakui tidak bisa menjamin 100 persen keputusannya akan adil. (ana/bil/ato/eld/why/ano/ray)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    PKK sampai Karang Taruna Dilibatkan Buat Perangi Judi 'Online'

    PKK sampai Karang Taruna Dilibatkan Buat Perangi Judi "Online"

    Nasional
    4 Bandar Besar Judi 'Online' di Dalam Negeri Sudah Terdeteksi

    4 Bandar Besar Judi "Online" di Dalam Negeri Sudah Terdeteksi

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Pertemuan Presiden PKS dan Ketum Nasdem Sebelum Usung Sohibul | 3 Anak Yusril Jadi Petinggi PBB

    [POPULER NASIONAL] Pertemuan Presiden PKS dan Ketum Nasdem Sebelum Usung Sohibul | 3 Anak Yusril Jadi Petinggi PBB

    Nasional
    Tanggal 29 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 29 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Belajar dari Peretasan PDN, Pemerintah Ingin Bangun Transformasi Digital yang Aman dan Kuat

    Belajar dari Peretasan PDN, Pemerintah Ingin Bangun Transformasi Digital yang Aman dan Kuat

    Nasional
    Perubahan Konstruksi Tol MBZ dari Beton ke Baja Disebut Disetujui Menteri PUPR

    Perubahan Konstruksi Tol MBZ dari Beton ke Baja Disebut Disetujui Menteri PUPR

    Nasional
    Ketua RT di Kasus 'Vina Cirebon' Dilaporkan ke Bareskrim Terkait Dugaan Keterangan Palsu

    Ketua RT di Kasus "Vina Cirebon" Dilaporkan ke Bareskrim Terkait Dugaan Keterangan Palsu

    Nasional
    Kongkalikong Pengadaan Truk, Eks Sestama Basarnas Jadi Tersangka

    Kongkalikong Pengadaan Truk, Eks Sestama Basarnas Jadi Tersangka

    Nasional
    PKS Klaim Ridwan Kamil Ajak Berkoalisi di Pilkada Jabar

    PKS Klaim Ridwan Kamil Ajak Berkoalisi di Pilkada Jabar

    Nasional
    Eks Pejabat Basarnas Pakai Uang Korupsi Rp 2,5 M untuk Beli Ikan Hias dan Kebutuhan Pribadi

    Eks Pejabat Basarnas Pakai Uang Korupsi Rp 2,5 M untuk Beli Ikan Hias dan Kebutuhan Pribadi

    Nasional
    Penyerang PDN Minta Tebusan Rp 131 Miliar, Wamenkominfo: Kita Tidak Gampang Ditakut-takuti

    Penyerang PDN Minta Tebusan Rp 131 Miliar, Wamenkominfo: Kita Tidak Gampang Ditakut-takuti

    Nasional
    Sebut Anggaran Pushidrosal Kecil, Luhut: Kalau Gini, Pemetaan Baru Selesai 120 Tahun

    Sebut Anggaran Pushidrosal Kecil, Luhut: Kalau Gini, Pemetaan Baru Selesai 120 Tahun

    Nasional
    Kasus Korupsi Pembelian Truk Basarnas, KPK Sebut Negara Rugi Rp 20,4 Miliar

    Kasus Korupsi Pembelian Truk Basarnas, KPK Sebut Negara Rugi Rp 20,4 Miliar

    Nasional
    PDI-P Sebut Hasto Masih Pimpin Rapat Internal Persiapan Pilkada 2024

    PDI-P Sebut Hasto Masih Pimpin Rapat Internal Persiapan Pilkada 2024

    Nasional
    Bawas MA Bakal Periksa Majelis Hakim Gazalba Saleh jika Ada Indikasi Pelanggaran

    Bawas MA Bakal Periksa Majelis Hakim Gazalba Saleh jika Ada Indikasi Pelanggaran

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com