JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Jaksa Agung Darmono menyarankan agar Markas Besar Polri mencabut surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) yang menuliskan perihal Ketua Komisi Pemilihan Umum Abdul Hafiz Anshary sebagai tersangka dalam kasus surat palsu Pemilu Legislatif 2009 di Halmahera Barat, Maluku Utara. Hal ini ia sampaikan mengingat sempat terjadi polemik terkait status Hafiz tersebut.
"Saya mengharapkan, kalau penyidik belum menetapkan jadi tersangka, surat itu dicabut kembali karena surat itu secara hukum sudah menerangkan adanya tersangka. Itu surat resmi, bukan surat liar. Cabut surat, hentikan penyidikan, selesai. Enggak perlu repot-repot," ujar Darmono di Kejaksaan Agung, hari Rabu (12/10/2011).
Pasalnya, surat itu telah masuk dalam registrasi SPDP di Kejaksaan Agung. Oleh karena itu, kepolisian harus bertanggung jawab untuk mencabutnya kembali.
"Kalau kita sudah dapat SPDP, kita secara hukum sudah mencatat dalam register SPDP, berarti sudah ada tersangka di situ. Untuk mempertanggungjawabkannya, ya, dicabut. Sebenarnya saya tidak ingin berpolemik dengan polisi. Itu temen kita. Temen baik kita semua," jelasnya.
Seperti yang diketahui, Markas Besar Polri telah melakukan klarifikasi terkait pergunjingan status Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary sebagai tersangka dalam kasus Halmehera Barat. Menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat Brigjen Ketut Untung Yoga Ana, penulisan SPDP yang bertuliskan perihal Hafiz sebagai tersangka merupakan kesalahan administratif. Seharusnya Hafiz berstatus sebagai pelapor, bukan tersangka.
Ia mengacu pada perbedaan penulisan di mana perihal pada kepala surat tertulis tersangka. Sementara isi SPDP menyebut Hafiz sebagai terlapor.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.