Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Deradikalisasi di Segala Lini

Kompas.com - 11/10/2011, 01:57 WIB

Polisi antiteror Kepolisian Negara RI setidaknya masih memburu dua orang pasca-tewasnya Ahmad Yosepa alias Hayat, pelaku bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh, Solo, Jawa Tengah, dua pekan lalu. Kedua buronan itu adalah Yadi al Hasan dan Nanang Irawan.

Ahmad Yosepa adalah salah satu dari lima buronan yang diduga jaringan pelaku bom bunuh diri di Masjid Adz-Dzikro, Markas Polresta Cirebon, yang dilakukan M Syarif. Selain Ahmad Yosepa, empat buron lain adalah Heru Komarudin, Yadi al Hasan alias Abu Fatih, Beni Asri, dan Nanang Irawan. Beni dan Heru sudah ditangkap.

Menurut Anton, Ahmad Yosepa termasuk orang yang cukup mengerti merakit bom. Bom yang dipasang di bagian badan diledakkan sendiri oleh Ahmad Yosepa di Gereja Bethel Injil Sepenuh, Solo.

Perburuan terhadap buronan itu menjadi penting tidak hanya karena mereka diduga masih membawa bom rakitan, tetapi juga tingkat militansi yang tinggi. Tak menutup kemungkinan, para buronan, termasuk jaringan pelaku lain yang telah direkrut, dapat menjadi ”pengantin” atau pelaku bom bunuh diri yang siap melakukan aksi bom bunuh diri di mana pun dan kapan pun, ibarat bom waktu.

Terlepas dari jaringan pelaku bom bunuh diri di Cirebon itu, pengamat intelijen Wawan Purwanto mengatakan, sebenarnya masih ada lima orang dari jaringan kelompok radikal yang diduga disiapkan menjadi pelaku bom bunuh diri. Ada sembilan orang yang diduga sudah disiapkan, tetapi belum dibaiat.

Jika benar ada orang lain yang disiapkan menjadi pelaku bom bunuh diri, hal itu tentu menjadi sesuatu yang sangat mengerikan. Kalangan orang muda semakin mudah terpengaruh dengan paham radikal.

Mengapa? Banyak alasan yang dapat diungkap. Namun, yang dinilai cukup mengkhawatirkan adalah paham radikal yang terus muncul dan berkembang dengan berbagai media, termasuk situs-situs yang memuat paham radikal. Paham radikal mudah berkembang karena masyarakat memiliki tingkat kerentanan radikalisme. Dari survei Lembaga Swadaya Masyarakat Lazuardi Birru, terlihat tingkat kerentanan radikalisme.

Dari survei itu, indeks kerentanan radikalisme di Indonesia tahun 2011 mencapai 43,6. Tahun 2010, indeks kerentanan radikalisme 45,4. Meskipun indeks tahun 2011 turun, hal itu tetap mengkhawatirkan karena indeks itu jauh dari titik aman, 33,3.

Menurut Ketua Lazuardi Birru Dhyah Madya Ruth, indeks 0 merupakan antiradikalisme sempurna dan angka 100 menunjukkan proradikalisme sempurna. Beberapa komponen yang dilihat dalam survei itu antara lain tindakan radikal, agenda islamis, dan dukungan terhadap organisasi radikal.

Wawan menambahkan, situs-situs yang memuat paham radikal sangat berbahaya. Situs-situs radikal yang berkembang dikhawatirkan dapat memengaruhi generasi muda. Karena itu, program deradikalisasi, lanjut Wawan, harus dilakukan di segala lini, termasuk di dunia cyber. Untuk itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring perlu menertibkan situs-situs yang memuat paham radikal.

Masyarakat perlu mewaspadai isu-isu terkait suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) yang disebarkan kelompok-kelompok tertentu di suatu daerah. Isu SARA dapat dimanfaatkan teroris atau dapat memicu aksi teror di daerah lain.

”Isu yang dikembangkan kelompok tertentu di suatu daerah, seperti Ambon, dapat dimanfaatkan kelompok teroris atau dapat memicu aksi teror di daerah lain,” kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Ansyaad Mbai. (FER)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com