Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Ingin Pekan Depan Rampung

Kompas.com - 09/10/2011, 02:08 WIB

Menurut Lalu Mara, selama ini Aburizal berpendapat bahwa reshuffle merupakan hak prerogatif Presiden. Dengan demikian, Aburizal hanya akan memberikan masukan atau pendapat tentang masalah itu jika diminta Presiden. Aburizal juga mempersilakan Presiden untuk menilai menteri dari Partai Golkar.

”Golkar menyerahkan sepenuhnya masalah reshuffle ini kepada Presiden karena tugas utama menteri adalah membantu presiden. Namun, jika akhirnya ada penambahan jumlah menteri dari Golkar di kabinet, alhamdulillah,” ucap Lalu Mara.

Pada Kamis lalu, Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera Anis Matta juga menuturkan, partainya belum diundang Presiden Yudhoyono untuk membahas perombakan kabinet. ”Kalau diundang, tentu kami akan datang,” kata Anis.

Pendapat senada dikatakan Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy. Ia mengatakan, Presiden Yudhoyono memiliki kewenangan penuh dan kebebasan untuk melakukan perubahan, memilih/ menentukan menteri-menteri yang dinilai cocok atau tepat untuk menduduki suatu pos kementerian.

”Jadi, tidak tepat jika ada yang menyebut Presiden tersandera partai politik, Presiden terkekang karena adanya kontrak koalisi dengan beberapa partai politik lain,” kata Romahurmuziy.

Menurut Romahurmuziy, penyusunan ulang kabinet di seluruh dunia adalah pisau bermata dua. Di satu sisi, pisau itu dapat meningkatkan kinerja kabinet, tetapi di sisi lain, pisau itu juga untuk meningkatkan popularitas atau mengembalikan kepercayaan publik. Kedua hal itu bisa tercapai atau tidak tercapai.

Agar tujuan tersebut bisa tercapai, kata Romahurmuziy, Presiden harus memilih orang yang tepat dari partai politik, tetapi tetap memperhatikan rekam jejak calon menteri tersebut. ”Jadi, jika ada usulan nama calon menteri dari partai politik, Presiden tetap memiliki kebebasan untuk meminta partai politik tersebut agar mengganti figur calon menteri yang diusulkan demi peningkatan kerja kabinet,” ucapnya.

Presiden, katanya, juga harus memperhatikan bahwa calon menteri baru tersebut harus memiliki kinerja yang baik sehingga Presiden bisa membangun ”orkestra”, membangun negara. Untuk itu, Presiden harus betul-betul melakukan keseimbangan di antara partai politik, juga harus menangkap keinginan masyarakat.

”Presiden harus memperhitungkan partai politik lain karena itu pilihan Presiden ketika membangun kontrak koalisi. Kita hidup di kabinet presidensial, kesepakatan itu berasal dari Presiden, ini pilihan Presiden dalam mengembangkan sistem politik yang dia yakini,” katanya.

Oleh karena itu, Romahurmuziy menilai, anggapan yang muncul bahwa Presiden tersandera partai politik adalah tidak benar karena Presiden berwenang penuh dalam sistem yang dia bangun.

Menurut pakar hukum tata negara Dimyati Hartono, keributan yang terjadi terkait hak prerogatif presiden dan penyusunan ulang kabinet bersumber dari sistem pemilihan presiden langsung yang telah mengganti sistem pemilihan tidak langsung melalui perwakilan dengan semangat musyawarah/mufakat. Oleh karena itu, siapa pun presiden ke depan tetap akan menghadapi persoalan yang sama mengenai penyelenggaraan negara jika tak mengembalikan konsepsi dan sistem musyawarah mufakat melalui perwakilan.

”Untuk keluar dari persoalan ambiguitas sistem ketatanegaraan ini, hasil amandemen UUD 1945 harus direstorasi. Restorasi amandemen adalah melakukan analisis terhadap hasil amandemen dengan memilah dan memilih hasil amandemen. Yang bagus kita pertahankan, yang tidak sesuai dengan jiwa Proklamasi, Pancasila, dan UUD 1945 yang asli harus dicabut,” kata Dimyati di Jakarta, Jumat. (har/nwo/lok)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com