Komite Etik KPK memutuskan, empat unsur pimpinan KPK yang menjadi terperiksa tidak melakukan pelanggaran pidana ataupun etika. Dua unsur pimpinan KPK, Chandra M Hamzah dan Haryono Umar, bebas dengan putusan Komite Etik yang tak bulat. Tiga anggota Komite Etik, yang tak disebutkan namanya, memuat pendapat berbeda. Putusan untuk M Busyro Muqoddas dan M Jasin diambil Komite Etik secara bulat.
Tiga dari tujuh anggota Komite Etik KPK menilai, Chandra Hamzah, Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan, melakukan pelanggaran kode etik. ”Perbedaan itu ada pada pelanggaran ringan yang dilakukan Chandra,” papar Mardjono Reksodiputro, anggota Komite Etik KPK, saat membacakan putusan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (5/10).
Mardjono menyebut, tiga anggota yang berbeda pendapat itu menilai, sebagai pimpinan KPK, Chandra harus lebih hati-hati dalam bertindak. ”Menurut mereka yang mempunyai pendapat berbeda itu, sebagai pimpinan KPK, seharusnya lebih berhati-hati,” ujarnya.
Putusan senada diberikan kepada Haryono Umar, Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan. Tak ditemukan pelanggaran pidana atau etika, tetapi tiga anggota berbeda pendapat. ”Alasan ada pelanggaran ringan dilakukan Haryono Umar mengingat beliau sebagai pimpinan KPK sepatutnya lebih memahami dan berhati-hati dalam perilakunya,” katanya.
Ketua KPK Busyro Muqoddas serta Wakil Ketua KPK M Jasin, Chandra, dan Haryono diperiksa Komite Etik KPK terkait pernyataan M Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, yang menyebutkan mereka melakukan pertemuan dengan dirinya dan orang lain. Keempatnya diduga melanggar kode etik pimpinan KPK. Selain itu, Komite Etik juga memeriksa empat pejabat KPK, yakni Sekretaris Jenderal KPK Bambang Sapto Praptomo, Deputi Penindakan KPK (saat diperiksa) Ade Rahardja, Juru Bicara KPK Johan Budi SP, dan penyidik KPK, Roni Samtama. Dari empat pejabat KPK itu, Komite Etik menyimpulkan bahwa Ade dan Bambang telah melakukan pelanggaran ringan atas kode etik pegawai KPK.
Komite Etik bekerja sekitar dua bulan dipimpin Abdullah Hehamahua. Selama itu, mereka memeriksa 37 orang, terdiri dari 4 unsur pimpinan KPK, 4 pejabat KPK, 17 saksi dari eksternal KPK, dan 12 saksi internal.
Anggota Komite Etik KPK, Nono Anwar Makarim, menyatakan, untuk mencegah terjadi pelanggaran oleh pimpinan atau pegawai KPK pada masa depan perlu ada dewan kode etik. ”Alangkah baiknya KPK punya suatu dewan, yang anggotanya ahli di bidang etik, ahli di bidang code of conduct. Itu nanti menjadi tempat bertanya, misalnya, apakah jika saya ke tempat itu melanggar, apakah melakukan ini melanggar,” ujarnya.
Nono juga menyebutkan, sebagai organisasi, KPK lebih bagus dibandingkan dengan organisasi lain di Indonesia meskipun masih ada sejumlah kelemahan. ”Tidak terlalu rapi, sedikit ceroboh, misalnya ada surat yang tidak dibalas, ketika ditanya hilang, tidak ketemu,” katanya.