Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Serang(-an) Balik Mafia Anggaran"

Kompas.com - 28/09/2011, 02:09 WIB

Reza Syawawi

Badan Anggaran DPR melakukan serangan balik pascapemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap pimpinan Badan Anggaran terkait dengan kasus korupsi yang diduga melibatkan anggota DPR (20/9).

Padahal, secara substansi, pemeriksaan yang dilakukan KPK hanya untuk mengonfirmasi proses penganggaran yang dilakukan oleh alat kelengkapan DPR tersebut.

Serangan balik itu berupa penolakan melanjutkan proses pembahasan anggaran tahun 2012. Hal tersebut secara jelas tertuang dalam surat bernomor 118/BA/DPR RI/IX/2011 bertanggal 21 September 2011 yang ditujukan ke pimpinan DPR.

Sikap ini bisa dianggap sebagai bentuk resistensi DPR secara kelembagaan terhadap proses penegakan hukum yang sedang dilakukan KPK. Indikasi ini kian menguatkan keberadaan mafia anggaran di tubuh lembaga yang ”katanya” representasi rakyat.

Jika diselisik ke belakang, praktik mafia anggaran di DPR mulai terkuak pascapengakuan Wa Ode Nurhayati, yang juga anggota Badan Anggaran DPR. Dalam keterangannya disebutkan, akar masalah dari praktik mafia anggaran adalah adanya keterlibatan unsur pimpinan dalam tubuh DPR, baik pimpinan DPR sendiri maupun pimpinan alat kelengkapan DPR, terutama Badan Anggaran.

Maka, sangat wajar ketika KPK memeriksa beberapa unsur pimpinan Badan Anggaran yang terkait dengan kewenangannya. Secara hukum, hal itu tidak keliru karena setiap orang memiliki kewajiban yang sama di hadapan hukum, termasuk anggota DPR.

Terkuaknya keterlibatan pimpinan DPR dalam praktik mafia anggaran menuai ”serangan balik” dari pihak yang merasa ”disentil” dengan melaporkan Wa Ode Nurhayati ke Badan Kehormatan DPR. Bahkan, beberapa waktu lalu muncul selentingan isu yang menyebutkan bahwa yang bersangkutan memiliki transaksi mencurigakan.

Di sisi lain perlu juga dicermati, putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi bertanggal 21 September 2011 atas nama Mindo Rosalina Manulang, terdakwa kasus suap pembangunan wisma atlet SEA Games, menyebutkan bahwa aliran dana tidak hanya mengalir ke tersangka lain, yakni Nazaruddin, tetapi juga mengalir ke sejumlah anggota DPR dan pejabat di daerah.

Putusan pengadilan ini seyogianya ditelusuri untuk mengungkap keterlibatan aktor lain yang menikmati dana haram tersebut. Pembelajarannya dapat dilihat dari kasus cek perjalanan dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior BI yang menjerat hampir semua anggota DPR yang ikut menikmati aliran dana. Intinya, memanfaatkan satu ”tikus” sekecil apa pun untuk menangkap ”tikus” lain.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com