JAKARTA, KOMPAS.com - Pertikaian warga di Ambon, pekan lalu, semestinya bisa dicegah dan diantisipasi aparat keamanan, terutama oleh intelijen dan aparat kepolisian di lapangan.
Gesekan antarwarga itu tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan sudah dapat diduga setelah muncul kabar simpang-siur pascameninggalnya seorang tukang ojek.
Hal itu disampaikan Ketua Presidium Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Stefanus Gusma, dan Ketua Komisaris PMKRI Daerah Maluku Marselinus Ratuanik, saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (14/9/2011). Keduanya menyayangkan meletupnya pertikaian yang menewaskan beberapa korban, merusak sejumlah toko, rumah, dan kendaraan itu.
Menurut Stefanus Gusma dan Marselinus Ratuanik, semestinya bentrokan semacam itu bisa dicegah atau diantisipasi sehingga tidak menimbulkan korban jiwa. Mungkin saja ada kelompok tertentu yang bermain di tengah potensi konflik itu, tetapi gejala-gejala pertikaian sebenarnya dapat dibaca sejak dini.
"Seharusnya masalah itu dapat diatasi sehingga tidak menimbulkan konflik antarwarga. Namun, mungkin ada politisasi keadaan," kata Gusma.
Sebagaimana diberitakan, pertikaian antarwarga di Ambon meletup setelah beredar provokasi di tengah masyarakat pascameninggalnya Darfin Saimen (32), seorang tukang ojek asal Waihaong, Nussinwe, Sabtu malam. Kepolisian kemudian membentuk tim untuk mencari penyebar pesan pendek yang dianggap memprovokasi bentrokan.
PMKRI meminta Gubernur Maluku dan Walikota Ambon segera mencegah provokasi lebih lanjut demi menciptakan perdamaian jangka pendek. Untuk jangka panjang, pemerintah harus melanjutkan agenda-agenda perjanjian damai Malino pascakonflik tahun 1999 lalu.
"Saat ini, kami berharap semua kelompok masyarakat, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan pemuda dilibatkan untuk menjaga keharmonisan bersama," katanya.
Gusma mengingatkan, "pela gandong" bukanlah simbol semata, tetapi semangat yang mengalir dalam kehidupan orang Ambon. "Mari bapegang tangan kantong lawang provokator yang mau kasi rusak Ambon par dong pung kepentingan," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.