Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Panja: Cukup Bukti Jerat Nurpati

Kompas.com - 10/09/2011, 17:49 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Khaeruman Harahap, Ketua Panja Mafia Pemilu DPR mengaku heran melihat sikap penyidik Bareskrim Polri yang belum menjerat Andi Nurpati, mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait kasus pemalsuan surat penjelasan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Sebagai mantan jaksa, Khaeruman menilai sudah cukup bukti bagi penyidik untuk menjerat Nurpati. Penilaian itu setelah dia mendengar pengakuan-pengakuan serta bukti yang terungkap di panja. Nurpati dinilai aktif dalam kasus itu.

"Saya kira sudah (cukup bukti)," kata Khaeruman seusai diskusi di Jakarta, Sabtu (10/9/2011), ketika ditanya apakah ia melihat sudah cukup bukti keterlibatan Nurpati.

Khaeruman mengatakan, Nurpati tahu bahwa ada surat MK yang asli bernomor 112 tertanggal 17 Agustus 2010. Surat itu diantarkan Masyhuri Hasan dan Nalom Kurniawan (saat itu pegawai MK) ke Nurpati di Stasiun Televisi Jak TV. Surat itu, kata dia, sempat dibaca oleh Nurpati sebelum diserahkan ke supirnya, Aryo.

"Surat asli itu dia (Nurpati) simpan. Dia lalu menyerahkan surat itu bulan Juli 2010 ke Biro Hukum KPU. Kok dibilang saya tidak tahu (ada surat asli). Jadi ketika dia bacakan surat yang palsu itu dalam rapat pleno KPU, dia tahu ada yang asli," ucapnya.

Seperti diketahui, sebelum surat asli itu diterima Nurpati, Hasan sudah mengirimkan surat palsu bernomor 112 tertanggal 14 Agustus 2010 melalui faks ke nomor Nurpati. Substansi surat itu yakni "penambahan suara" untuk Partai Hanura. Adapun substansi surat asli MK yakni "perolehan suara".

Dikatakan Khaeruman, Hasan mem-faks surat palsu itu setelah ada desakan dari Nurpati agar segera dikirimkan. Sebelum dikirim, Hasan memindai tandatangan Zainal Arifin selaku ketua panitera serta memberi nomor, tanggal, dan stempel pada surat yang dikonsep Zainal.

Akibat surat palsu itu, KPU memutuskan menambah suara Partai Hanura di tiga Kabupaten di Sulsel yakni Gowa, Takalar, dan Jeneponto. Akhirnya, Partai Hanura mendapat satu kursi. Dewi Yasin Limpo lalu ditetapkan sebagai calon legislatif terpilih.

Dugaan keterlibatan Nurpati lainnya, lanjut Khaeruman, terlihat dalam rapat pleno KPU. Saat itu, terjadi perdebatan antara Kepala Biro Hukum KPU dengan Nurpati. "Kabiro bilang putusan itu perolehan suara. Andi Nurpati bilang penambahan. Yang dibacakan Nurpati penambahan suara," kata dia.

Terkait belum dijeratnya pihak lain selain Zainal dan Hasan oleh penyidik, Khaeruman tak mau berspekulasi apa penyebabnya. "Sudah terang benderang. Apalagi yang mau kita cari dalam pembuktian materil. Tidak ada lagi yang jadi penghambat. Tapi semua kita kembalikan ke kepolisian. Kita tidak tahu apa penghambatnya," pungkas politisi Partai Golkar itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com