Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Koreksi Menteri

Kompas.com - 06/09/2011, 03:03 WIB

Apalagi kasus-kasus korupsi yang selama ini mencuat memiliki pola yang hampir sama, yaitu melibatkan pengusaha, birokrat, dan politikus. Namun, sayangnya hingga sekarang ini yang baru diungkap hanya di level pengusaha dan birokrat teknis, sedangkan politikus dan elite birokratnya tak pernah disentuh.

”Padahal, sumber masalahnya ada di politikus dan elite birokrat. Sumber masalah ini harus diselesaikan. Peristiwa percobaan suap di Kemnakertrans bisa jadi momentum buat KPK untuk membenahi persoalan korupsi,” kata Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Ade Irawan.

Anggota Komisi III DPR Fraksi PDI-P, Trimedya Panjaitan, menilai kasus korupsi di dua kementerian itu seharusnya menjadi momentum bagi Presiden untuk mengoreksi kabinetnya. Apalagi, Oktober mendatang, Kabinet Indonesia Bersatu II genap berumur dua tahun.

”Presiden bisa mengevaluasi kementerian bukan hanya dari aspek kinerja dan pencapaian program, melainkan juga progres pemberantasan korupsi di kementerian. Reshuffle memang sepenuhnya hak Presiden. Namun, jika di kementerian ada kasus dugaan korupsi, itu seharusnya menjadi catatan khusus bagi Presiden,” katanya.

Namun, Direktur Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar menyatakan, problem korupsi di kementerian tak bisa diasumsikan hanya berada di menterinya. Bisa jadi persoalan juga ada di sistem anggaran yang disusun sejak awal di kementerian dan DPR. Persoalan korupsi di kementerian juga bisa muncul karena ada pembiaran pemimpin negara.

Kasus korupsi di lingkungan kementerian, menurut Zainal, bukanlah penyakit baru dan sudah menjadi rahasia publik. Jika kasus itu kembali menghangat karena adanya penangkapan oleh KPK, bukan berarti karena praktik korupsi itu tidak eksis. Kasus serupa pun tidak menutup kemungkinan juga menjangkiti kementerian yang lain.

Trimedya menilai, sejak reformasi hingga saat ini relatif tidak ada perubahan berarti yang dilakukan pemerintah dalam memberantas korupsi pada aspek pengadaan barang dan jasa.

Peringatan terhadap potensi korupsi dalam pengadaan barang dan jasa yang dialokasikan dalam belanja modal anggaran negara pernah dikemukakan Pelaksana Tugas Ketua KPK Tumpak Hatorangan, Desember 2009. Saat itu, KPK merilis, sekitar 35 persen APBN berpotensi dikorupsi karena tak dikawal dengan benar. Tercatat saat itu KPK menangani 50 kasus korupsi pengadaan barang dan jasa senilai Rp 1,9 triliun, dengan kerugian Rp 689,19 miliar atau sekitar 35 persen.

Menurut Trimedya, pemerintah dan penegak hukum seharusnya punya peta yang jelas dan lebih fokus dalam memberantas korupsi. (WHY/IAM/LOK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com