Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Orla Mewarisi, Orba Menambah Utang Luar Negeri

Kompas.com - 02/09/2011, 15:25 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Utang Indonesia memang luar biasa. Pemerintahan Orde Lama (Orla) tercatat mewariskan utang ke negeri ini sebesar Rp 794 miliar atau setara dengan 2,4 miliar dollar Amerika Serikat atau 29 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada waktu itu.

Total utang tersebut adalah utang luar negeri Indonesia ke negara-negara maju. Namun, ternyata, dalam empat dekade, utang Indonesia justru bukannya menurun, akan tetapi justru meningkat. Hingga akhir semester 1 tahun lalu, dari jumlah sekitar Rp 794 miliar pada tahun 1969, membengkak menjadi Rp 1.723 triliun atau equivalen 200,5 miliar dollar AS atau 26,1 persen terhadap PDB.

Dari laporan tertulis pengelolaan utang pemerintah, yang dikeluarkan Kementerian Keuangan Juli lalu, yang diterima Kompas, akhir Agustus.

Peningkatan utang yang sangat tajam justru terjadi pada akhir periode Orde Baru (Orba). Waktu itu, total utang dari Rp 552,5 triliun atau 57 persen terhadap PDB pada akhir 1998 meningkat menjadi Rp 939,5 triliun atau 85 persen terhadap PDB pada akhir 1999.

"Peningkatan utang tersebut merupakan imbas dari krisis moneter yang terjadi dan pelemahan nilai tukar yang sangat tajam pada periode itu. Utang yang dilakukan selama pemerintahan Orde Baru hampir seluruhnya merupakan utang luar negeri," tulis laporan tersebut.

BLBI Lebih jauh, laporan kepada Menteri Keuangan Agus Martowardoyo itu, menyebutkan utang tersebut berasal dari kreditor multilateral seperti World Bank (Bank Dunia), Asian Development Bank (ADB), dan Islammic Development Bank (IDB), maupun kreditor bilateral seperti Jepang, Amerika dan Jerman. Utang itu termasuk juga Kredit Ekspor (KE) bagi komersial.

"Pada akhir periode Orde Baru, pemerintah mulai menerbitkan surat utang untuk Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebesar Rp100 triliun. Namun, krisis moneter yang melanda Indonesia akhir tahun 1990an mengakibatkan utang pemerintah bertambah lagi," lanjut laporan itu.

Celakanya, pemerintahan Soeharto itu, justru harus menerbitkan surat utang lagi untuk menyelamatkan sistem perbankan. Jumlahnya tercatat sekitar Rp 650 triliun selama kurun waktu 1998-2001.

"Ditambah dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing pada penghujung pemerintahan Orba, mengakibatkan terjadinya peningkatan nilai utang luar negeri Pemerintah," demikian laporan itu.

Tak heran jika hingga kini bangsa Indonesia terus diwarisi utang. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com