Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membasmi Mafia Anggaran

Kompas.com - 01/09/2011, 02:22 WIB

Apung Widadi

Badan Anggaran DPR memang buruk secara sistemik karena mengundang adanya korupsi dan penyalahgunaan wewenang (Kompas, 11/8).

 

Penyusunan anggaran ternyata lahan basah bagi para anggota DPR. Proses persetujuan ini, yang menyangkut hajat hidup orang banyak, bisa dipelintir demi keuntungan finansial.

Terjadi praktik memancing uang dengan uang. Para anggota Dewan menghubungi kepala-kepala daerah, menawarkan anggaran dalam jumlah tertentu, dengan catatan ada timbal balik biaya sebagai kutipan Dewan. Fee harus dibayarkan di muka sebelum pembahasan anggaran dan tunai.

Gambaran manipulasi dalam proses penganggaran di DPR setidaknya terkonfirmasi dengan kasus Nazaruddin yang notabene anggota Badan Anggaran DPR. Walaupun masih tergolong anggota baru di DPR, dia bisa memainkan 35 proyek kementerian dengan total nilai mencapai Rp 6,37 triliun!

Nazaruddin tidak sendiri di DPR. Dia hanya kebetulan ”apes” tertangkap oleh KPK. Selebihnya, banyak kasus mafia anggaran yang tidak terungkap walaupun sudah ada upaya untuk membongkar dari Badan Anggaran itu sendiri. Wa Ode Nurhayati, misalnya, pernah mencoba membongkar ”mafia angka” pada salah satu acara bincang-bincang di televisi. Ia kemudian bersama masyarakat melapor ke KPK.

Bukannya mendapat apresiasi, Wa Ode justru dilaporkan oleh beberapa anggota Badan Anggaran ke Badan Kehormatan DPR dengan tuduhan pelanggaran kode etik. Lebih parah lagi, Badan Kehormatan DPR justru melindungi pihak pelapor.

Mafia anggaran

Cerminan mafia anggaran tidak hanya saat pencairan alokasi anggaran, tetapi juga bagaimana mereka saling melindungi seperti pada kasus Nazaruddin. Lebih memprihatinkan lagi, mafia anggaran juga bekerja sama dengan mafia hukum. Bukan hanya merampok uang negara, para politisi tersebut justru berupaya melemahkan KPK. Lembaga yang masih mempunyai integritas dalam penanganan kasus korupsi. Upaya pelemahan didukung oleh pengacara hitam yang juga hanya berorientasi pada uang.

Selain kepada KPK, ke mana lagi kita harus berharap untuk memberantas kasus mafia anggaran? Di internal DPR, Badan Kehormatan DPR mandul menghadapi mafia anggaran. Memecat anggota DPR yang sudah menjadi tersangka korupsi masih ragu-ragu. Menuntaskan kasus penyelundupan minuman keras dan ponsel mewah juga masih setengah hati. Lebih ironis lagi, pimpinan Badan Kehormatan justru terlihat ikut menjenguk tersangka korupsi Nazaruddin di rumah tahanan Brimob.

Kuatnya sindikat mafia anggaran juga disebabkan tumpang tindihnya kewenangan DPR. Badan Anggaran, misalnya, begitu berkuasa menentukan ke mana alokasi dan berapa besaran anggaran, baik penerimaan maupun pengeluaran. Lebih keterlaluan lagi, Badan Anggaran DPR ikut pula menentukan perusahaan- perusahaan yang melaksanakan sejumlah proyek.

Sudah pasti semua ini memudahkan adanya penyimpangan anggaran. Padahal, menurut Pasal 107 UU No 27 Tahun 2009, Badan Anggaran hanya berwenang membahas alokasi anggaran yang sudah diputuskan Komisi. Bahkan, periode 2004-2009 forum untuk menentukan anggaran DPR hanya berupa panja.

Lewati kewenangan

Dalam kasus alokasi Dana Percepatan Infrastruktur Daerah, Badan Anggaran telah melewati kewenangan dengan menentukan kriteria daerah penerima dari 424 daerah menjadi 289 daerah, tetapi alokasi anggaran tetap, Rp 7,70 triliun. Bahkan, Menteri Keuangan pun tidak berdaya meski putusan Badan Anggaran tidak jelas dasarnya.

Tidak hanya anggaran yang bisa dimainkan oleh sindikat mafia di DPR. Proses seleksi pejabat publik pun bisa menjadi lahan uang yang melimpah. Kasus dugaan suap Deputi Gubernur Senior BI yang menjerat puluhan anggota DPR jadi bukti. Aliran dana selain masuk ke kantong pribadi juga ke kas partai politik. Kasus terbongkar karena ada anggota melapor ke KPK.

Lebih jauh lagi, mafia anggaran secara tidak langsung juga akan memengaruhi proses seleksi calon pimpinan KPK ke depan. Melalui Komisi III DPR, jaringan mafia anggaran diduga akan mencegah beberapa pendekar antikorupsi lolos menjadi komisioner KPK. Upaya tersebut akan terbukti jika ternyata DPR tidak memilih sesuai dengan rekomendasi penilaian panitia seleksi, yaitu paket 1-4.

Memang cukup sulit untuk membongkar mafia anggaran, apalagi jika muaranya adalah pendanaan partai politik. Kejahatan itu perlu dilawan dengan upaya yang sistematis, yaitu memperbaiki keuangan parpol, mengurangi dominasi DPR dalam pengelolaan anggaran dan pemilihan pejabat publik, serta mendorong penegakan hukum.

Apung Widadi Anggota Badan Pekerja ICW, Divisi Korupsi Politik

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com