Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Stempel MK Jadi Kendala Penyidik

Kompas.com - 31/08/2011, 09:14 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Bareskrim Polri hingga saat ini belum menjerat pengguna surat penjelasan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) palsu. Penyidik baru mampu menjerat dua mantan pegawai MK yang diduga pembuat surat palsu, yakni Masyhuri Hasan dan Zainal Arifin Hoesein.

Apa kendala penyidik menjerat pengguna surat, yakni pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU)? Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Sutarman mengatakan, penyidik terkendala tidak adanya stempel MK pada surat asli bernomor 112 tertanggal 17 Agustus 2009 .

Sebaliknya, kata Sutarman, pada surat palsu nomor 112 tertanggal 14 Agustus 2009 terdapat stempel MK. Surat palsu maupun asli ada tandatangan Zainal selaku Ketua Panitera MK saat itu. Dengan demikian, pengguna surat dapat menggunakan alibi bahwa sulit membedakan mana surat asli dan palsu.

"Kesulitan kita di situ, kenapa kita agak lambat. Surat yang asli tidak distempel, surat palsu distempel. Apakah penggunanya yakin tahu atau tidak (mana surat asli) masih dalam penelitian kita. Kalau dia ngaku sudah kita tahan," kata Sutarman seusai sholad Id di Lapangan Bhayangkara Mabes Polri, Rabu (31/8/2011).

Dikatakan Sutarman, kendala lain yakni adanya perbedaan keterangan para saksi maupun tersangka. "Kalau memang seluruh keterangan saksi sinkron bahwa surat yang tidak distempel adalah yang asli, (pengguna) bisa saja kita kenakan," ujarnya.

Seperti diberitakan, substansi surat palsu berisi "jumlah penambahan suara" untuk Partai Hanura di tiga kabupaten di wilayah Sulawesi Selatan I. Adapun surat asli berisi "jumlah perolehan suara".

Surat palsu dijadikan dasar KPU dalam rapat pleno. Akibatnya, Partai Hanura mendapat tambahan satu kursi yang berujung penetapan Dewi Yasin Limpo sebagai calon legislatif terpilih.

Setelah itu, MK mengirim surat ke KPU yang berisi bahwa surat MK tertanggal 14 Agustus adalah palsu. Penetapan lalu dibatalkan KPU. Selain belum menjerat pengguna surat, penyidik juga belum menjerat auktor intelektualis dalam kasus itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

    SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

    Nasional
    'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

    "Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

    Nasional
    Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

    Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

    Nasional
    Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

    Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

    Nasional
    Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

    Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

    Nasional
    Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

    Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

    Nasional
    Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

    Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

    Nasional
    Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

    Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

    Nasional
    'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

    "Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

    [POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

    Nasional
    Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
     PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

    Nasional
    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

    Nasional
    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

    LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

    Nasional
    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com