JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah disarankan meninjau ulang mekanisme pemilihan kepala daerah secara langsung sebagaimana diatur dalam UU No 32 Tahun 2004 tentang Sistem Pemerintahan Daerah.
Dampak negatif pilkada langsung seperti maraknya praktik politik uang hingga tingginya biaya kampanye yang pada gilirannya membuat perilaku kepala daerah terpilih menjadi koruptif dianggap tak membuat rakyat sejahtera.
Guru Besar Institut Ilmu Pemerintahan dan mantan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Ryaas Rasyid mengatakan dengan memperhatikan dampak negatif pilkada langsung, pemerintah semestinya meninjau ulang pelaksanaannya. Pemerintah kata Ryaas harus menyusun kebijakan baru tentang pilkada.
"Pilihannya adalah meneruskan sistem yang ada sekarang (pilkada langsung) dengan memperketat syarat pencalonan, menghindari defisit legitimasi, menjamin absennya money politics, membersihkan KPU dari elemen-elemen yang berpotensi memanipulasi hasil pemilihan, memperkuat lembaga pengawasan, dan memperberat sanksi atas pelanggaran aturan pilkada baik terhadap calon, tim sukses, panitia kampanye, partai pendukung, KPU dan panitia pemilihan," kata Ryaas.
Jika hal tersebut tak mampu dipenuhi Ryaas menyarankan agar pemilihan kepala daerah kembali dilakukan DPRD. "Kalau semua ini tak bisa dipenuhi perlu dipertimbangkan untuk mengembalikan wewenang DPRD di dalam memilih kepala daerah.
Tentu saja pengembalian ini pun disertai berbagai syarat dan menjamin tersedianya sistem pengawasan masyarakat yang lebih ketat untuk meyakinkan semua pihak bahwa DPRD tidak akan kembali ke tradisi lamanya yang sudah terbukti rawan terhadap permainan uang," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.