JAKARTA, KOMPAS.com — Penyidik Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara RI (Polri) seharusnya menetapkan inisiator pembuat surat Mahkamah Konstitusi yang diduga dipalsukan. Penetapan mantan panitera MK Zainal Arifin Hoesein sebagai tersangka dinilai merupakan viktimisasi.
Hal itu diungkapkan kuasa hukum Zainal Arifin, Andi M Asrun, di sela-sela pemeriksaan Zainal Arifin di Bareskrim Polri, di Jakarta, Selasa (23/8/2011). "Inisiator atau orang yang memiliki rencana terhadap peristiwa itu harus dijadikan tersangka," kata Andi.
Jika Zainal Arifin dijadikan tersangka, lanjut Andi, hal itu merupakan viktimisasi. Zainal Arifin justru merupakan korban dan pelapor dalam kasus dugaan pemalsuan tanda tangan. Ia melaporkan dugaan kasus pemalsuan surat MK tanggal 10 Februari 2010. Kemudian, tanggal 7 Juli 2011, Zainal Arifin juga melaporkan dugaan pemalsuan tanda tangannya ke Bareskrim Polri.
Andi menambahkan, Zainal tidak pernah menandatangani dan mengeluarkan surat MK tanggal 14 Agustus 2009. Zainal memang pernah membuat draf atau konsep surat mengenai pokok-pokok putusan MK. Draf surat itu kemudian dikonsultasikan kepada Ketua MK Mahfud MD.
Namun, menurut Andi, pada tanggal 14 Agustus Mahfud MD tidak berada di tempat. Baru pada tanggal 17 Agustus 2009, Zainal bertemu dan berkonsultasi dengan Mahfud MD dan mengeluarkan surat MK tanggal 17 Agustus 2009.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.