JAKARTA, KOMPAS.com - Tersangka Zainal Arifin Hoesein, mantan panitera Mahkamah Konstitusi (MK) mengaku pernah hendak disuap saat diperiksa penyidik Bareskrim Polri. Pemeriksaan terkait kasus dugaan pemalsuan surat keputusan MK dalam sengketa Pemilu 2009 di daerah pemilihan Sulawesi Selatan I.
"Tapi pak Zainal menolak dan katakan kami tak punya hubungan apapun," kata Ahmad Rifai, penasihat hukum Zainal disela-sela pemeriksaan kliennya di Mabes Polri, Senin (22/8/2011).
Awalnya, Rifai tak menyebut siapa pihak yang menawarkan uang. Rifai hanya menyebut uang yang ditawarkan dimasukkan ke dalam amplop. Namun, ketika didesak wartawan siapa pihak itu, Rifai menjawab, "Itu adalah ajudannya Pak Arsyad (mantan hakim MK)."
Dikatakan Rifai, saat diperiksa, kliennya ditanya tentang pihak lain seperti Dewi Yasin Limpo, Muhammad Fais, Masyhuri Hasan, Andi Nurpati, dan lainnya. Kliennya juga ditanya perihal surat keputusan MK palsu bernomor 112 tertanggal 14 Agustus 2009 yang menguntungkan Dewi.
Kepada penyidik, Zainal mengaku pengkonsep surat itu. Surat itu diketik oleh Fais. Namun, kata Rifai, surat itu hendak dikonsultasikan Zainal ke Ketua MK, Mahfud MD, bukan untuk dikirim ke KPU.
"Pada tanggal 14 Agustus ketua MK tidak ada di tempat. Kemudian surat tidak jadi dibuat maka surat ditaruh di meja beliau. Menunggu tanggal 17 Agustus baru dikonsultasikan ke ketua MK. Baru surat itu ada tanggal 17 Agustus. Pak Zainal katakan tidak pernah keluarkan surat pada 14 Agustus," papar Rifai.
Seperti diberitakan, Zainal adalah tersangka kedua setelah penyidik Direktorat I Tindak Pidana Umum Bareskrim menjerat Masyhuri Hasan, mantan juru panggil MK. Menurut Polri, meski surat itu tidak ditandatangani oleh Zainal, penyidik dapat menjerat berdasarkan fakta bahwa Zainal sebagai pengkonsep surat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.