Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Robert Tantular dan Muhammad Nazaruddin...

Kompas.com - 10/08/2011, 02:05 WIB

Tanggal 14 Januari 2010, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla hadir di gedung Dewan Perwakilan Rakyat memenuhi undangan Panitia Khusus Angket Bank Century DPR. Kehadirannya guna memberi keterangan terkait pemberian dana talangan senilai Rp 6,7 triliun kepada Bank Century.

Dalam keterangannya, Kalla menyatakan, pada 25 November 2008 dia memerintahkan Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri untuk menangkap Direktur Utama Bank Century Robert Tantular dalam waktu dua jam.

”Jika lebih dari dua jam, ia kabur. Benar. Ia ditangkap saat keluar dari kantor dengan membawa tiket ke Singapura. Jadi, telat 10 menit saja kabur,” paparnya (Kompas, 15/1/2010).

Namun, Ruhut Sitompul, anggota Panitia Khusus (Pansus) Angket Bank Century dari Fraksi Partai Demokrat (F-PD), mempertanyakan langkah Kalla. Kalla dinilainya melakukan intervensi pada penegak hukum.

”Kepala Polri itu di bawah Presiden. Jadi, saya tidak mengintervensi, namun memerintahkan,” jawab Kalla.

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akhirnya menjatuhkan hukuman empat tahun penjara dan denda Rp 50 miliar subsider lima bulan kurungan kepada Robert. Ia dinyatakan terbukti melanggar prinsip kehati-hatian bank.

Kenangan terhadap cerita itu kembali muncul saat mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin diberitakan ditangkap di Cartagena, Kolombia. Penangkapan Nazaruddin yang telah 77 hari melanglang buana ini dilakukan polisi Kolombia.

Seperti Kalla yang memerintahkan polisi menangkap Robert Tantular, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 1 Juli lalu sebenarnya juga memerintahkan aparat penegak hukum menangkap Nazaruddin. Bedanya, perintah Yudhoyono itu ”terlambat” disampaikan karena Nazaruddin meninggalkan Indonesia sejak 23 Mei 2011, atau 39 hari sebelumnya. Sebelum pergi, orang terakhir yang diduga ditemui Nazaruddin adalah Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Marzuki Alie.

Diduga karena tidak kunjung tertangkap, pada 22 Juli 2011 Yudhoyono menyerukan kepada Nazaruddin untuk kembali ke Tanah Air dan menjalani proses hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Nazaruddin juga diminta memberikan informasi yang dia miliki untuk pembersihan di Partai Demokrat.

Namun, bukannya memenuhi permintaan Yudhoyono, Nazaruddin justru menyampaikan sejumlah tudingan ke sejumlah petinggi Partai Demokrat dengan memakai berbagai media.

Jika akhirnya Nazaruddin ditangkap polisi Kolombia, Wakil Ketua DPR Pramono Anung menilai itu bukan keberhasilan Pemerintah Indonesia. Penangkapan itu lebih merupakan ”kebetulan” dibandingkan usaha keras aparat Indonesia untuk menangkapnya.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat Sarifuddin Sudding pernah menyatakan, aparat Indonesia sempat ragu untuk berusaha maksimal menangkap Nazaruddin. ”Ada kebingungan, perintah Yudhoyono untuk menangkap Nazaruddin itu perintah serius atau hanya untuk pencitraan,” ucapnya. Jika serius, seharusnya diberikan seperti saat Kalla memerintahkan penangkapan Robert Tantular.

Saat ini, berbagai keraguan dan kebingungan atas perintah penangkapan Nazaruddin berakhir dengan ”kebetulan” dan bantuan polisi Kolombia. Namun, dugaan adanya keraguan dan kebingungan ini tetap berpotensi kembali muncul jika pengusutan kasus Nazaruddin kelak lebih menjadi pertunjukan politik.

Yang pasti, dalam kasus Bank Century, perintah ”serius” Jusuf Kalla belum berhasil mengungkap hingga tuntas kasus pemberian dana talangan untuk bank itu. Lalu, bagaimana dalam kasus Nazaruddin? Cerita agaknya masih panjang. (NWO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com