Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membangun Penyelesaian Bersama

Kompas.com - 09/08/2011, 02:00 WIB

Wajah ngeri kekerasan di Papua sepertinya tidak pernah mau beranjak. Baru-baru ini, 19 warga Ilaga tewas akibat bentrok antar-pendukung calon peserta pemilihan bupati Puncak, disusul tewasnya tiga warga sipil dan seorang anggota TNI akibat penyerangan di Nafri, Kota Jayapura.

Para korban, baik yang tewas maupun luka-luka, umumnya adalah pedagang sayur yang pagi buta itu hendak memasok sayuran ke Pasar Youtefa, Abepura. Tak ayal, penyerangan tersebut tidak hanya membuat rekan-rekan mereka untuk sementara menghentikan aktivitas dan mendorong harga sayur melonjak, tetapi juga mengingatkan warga di kota itu pada penembakan di lokasi yang sama, November tahun lalu.

Jalan poros antara Arso di Keerom dan Abepura di Jayapura pun lengang. Mereka yang dari Jayapura hendak ke Koyapun terpaksa gigit jari karena angkutan umum yang biasa mangkal di Terminal Pasar Youtefa untuk sementara menghentikan operasi mereka.

Saat malam tiba, suasana semakin tidak nyaman, apalagi beredar aneka macam pesan pendek melalui telepon seluler yang memberitakan adanya teror penculikan dan pembunuhan. Dan saat pagi datang, warga kembali mendengar berita penembakan di Puncak Jaya. Pos-pos keamanan, baik TNI maupun Polri, diganggu, patroli mereka dihadang, bahkan helikopter Penerbad yang tengah mengevakuasi korban penyerangan pun ditembak oleh kelompok sipil bersenjata.

Wajah ngeri kekerasan terus membayangi, menjadi mimpi buruk yang membuat tidur tidak pernah nyenyak. Konflik yang terjadi tidak hanya horizontal, tetapi juga vertikal, dan seolah menjadi sebuah rangkaian yang nyaris membuat tidur tidak pernah nyenyak.

Potensi kerawanan

Saat berbicara di depan peserta Konferensi Perdamaian Papua, 5 Juli lalu, Irjen Bekto Soeprapto yang saat itu menjabat sebagai Kepala Polda Papua mengatakan, Papua bukan daerah yang sangat rawan. Data obyektif kriminalitas menunjukkan, tahun 2009 Papua dan Papua Barat berada di urutan ke-29, dan pada 2010 di urutan ke-19 dari 31 polda di seluruh Indonesia.

Menurut dia, pada tahun 2009, dari setiap 100.000 warga, sebanyak 242 orang berisiko menjadi korban tindak pidana, dan pada 2010 jumlah itu turun menjadi 181 orang per 100.000 penduduk. Polda Papua juga mencatat terjadi 22 kasus konflik horizontal pada 2010. Sebanyak 20 kasus melibatkan sesama warga Papua dan 2 kasus lainnya melibatkan masyarakat Papua dengan warga pendatang. Pada tahun itu juga tercatat 29 kasus penyerangan terhadap pos TNI dan Polri, penyerangan terhadap konvoi kendaraan masyarakat sipil yang diduga melibatkan kelompok sipil bersenjata.

Sementara itu, sejak awal 2011 hingga Juni 2011 tercatat terjadi 15 konflik komunal. Sebanyak 12 kasus di antaranya terjadi antarsesama masyarakat Papua dan 3 kali melibatkan masyarakat Papua dengan warga pendatang. Hingga Juni, tercatat 4 kasus penyerangan bersenjata: 2 kasus terjadi di Puncak Jaya dan 2 lainnya terjadi di wilayah pertambangan PT Freeport Indonesia.

Bekto mengatakan, dari aspek politik, tantangan upaya damai di Papua paling tidak berakar dari perbedaan pandangan antara Pemerintah dan sebagian masyarakat Papua tentang proses integrasi Papua ke Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, sebagian masyarakat Papua merasa bukan bagian dari bangsa Indonesia yang didominasi ras Melayu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com