Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Papua Masih Membara

Kompas.com - 08/08/2011, 01:36 WIB

Jakarta, Kompas - Rentetan kekerasan di Papua, yang melibatkan warga ataupun aparat keamanan, terus terjadi. Sejak tahun 2001 sampai saat ini tercatat lebih dari 20 konflik dan memakan korban jiwa, baik dari warga maupun aparat. Konflik itu terjadi dengan berbagai latar belakang dan penyebab.

Umumnya kekerasan di Papua terkait dengan konflik antarwarga terkait suku, separatisme, dan kriminalitas. Namun, untuk pertama kalinya, 31 Juli lalu, terjadi konflik antarwarga terkait perebutan kekuasaan politik di Ilaga, Kabupaten Puncak Jaya. Sembilan belas orang tewas akibat bentrok antarpendukung calon bupati.

Dalam catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), kekerasan di Papua kini semakin meluas, di berbagai tempat. ”Biasanya cuma di daerah tertentu, kini hampir di semua tempat. Ada delapan peristiwa kekerasan dan bentrok di Papua selama Juli-Agustus ini. Ada 15 warga sipil dan 9 aparat menjadi korban penembakan, selain 17 warga menjadi korban bentrokan antarwarga,” papar Haris Azhar, Koordinator Kontras, di Jakarta, Minggu (7/8). Rentetan peristiwa itu amat intens, dalam waktu singkat di sejumlah wilayah.

Ia khawatir, intensifnya kekerasan adalah bentuk pertarungan antarberbagai kepentingan. Ada beberapa pendekatan untuk penyelesaian masalah, termasuk dialog damai dan pendekatan keamanan. Namun, kekerasan seakan tidak pernah berhenti dan mungkin akan terus terjadi.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diharapkan oleh Chrisbiantoro dari Kontras harus segera mengambil sikap tegas dalam menyelesaikan masalah di Papua yang kompleks ini. Presiden harus mampu menyampaikan bagaimana model penyelesaian yang komprehensif terhadap Papua dan mencegah tindakan represif. ”Presiden di mana?” katanya. Penyelesaian persoalan Papua harus dilakukan secara komprehensif.

Tak pernah tuntas

Secara terpisah, Wakil Ketua DPRD Papua, yang juga Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Bidang Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Komarudin Watubun, Minggu, di Jakarta, mengatakan, kekerasan terus berulang di Papua karena Polri dan TNI tak mampu mengungkap tuntas dan menangkap pelakunya untuk diadili. Hukum tidak ditegakkan di Papua.

Di sisi lain, kekerasan juga dipicu pelaksanaan otonomi khusus yang dinilai belum menjawab persoalan ketertinggalan dan minimnya kesejahteraan rakyat Papua. Dana puluhan triliun rupiah yang digelontorkan dalam dekade terakhir tidak berdampak signifikan bagi percepatan pembangunan di Papua.

”Kita punya aparat keamanan mestinya bisa ungkap penyerangan demi penyerangan itu. Selama ini hanya dikatakan penyerangan dilakukan sipil bersenjata, tetapi tidak jelas siapa pelakunya, siapa yang berperan di balik itu, siapa yang mempersenjatai, dan apa motifnya. Kenapa belum ada pelaku yang diajukan ke pengadilan,” kata Komarudin.

Penyerangan itu, katanya, bisa ditelusuri dari bukti amunisi dan senjata yang ditemukan. Harus dicari mata rantai senjata yang digunakan untuk menyerang serta memutusnya agar penyerangan tidak lagi berulang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com