Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dapatkah Putusan Bebas Pengadilan Dikasasi?

Kompas.com - 28/07/2011, 02:56 WIB

Adi Andojo Soetjipto

Putusan kasasi yang dijatuhkan Mahkamah Agung terhadap Prita Mulyasari baru-baru ini, yang mengundang reaksi keras masyarakat luas, membuat saya tergelitik untuk menulis artikel ini. Tujuannya tak lain supaya dapat diketahui oleh pembaca mengenai tepat atau tidaknya putusan MA tersebut.

Berdasarkan Pasal 67 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), terdakwa atau penuntut umum berhak minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan dan putusan pengadilan dalam acara cepat.

Dari rumusan Pasal 67 KUHAP ini jelas bahwa, terhadap putusan bebas yang dijatuhkan oleh pengadilan tingkat pertama, terdakwa atau penuntut umum tidak dapat minta banding.

Ketentuan ini sangat idealistis. Namun, dalam kondisi dan situasi seperti sekarang, ketika ketidakwajaran dalam putusan pengadilan negeri masih sering terdengar—di samping kemampuan teknis para hakim yang kebanyakan masih belum memadai—akibatnya dikhawatirkan akan banyak orang bersalah yang tidak dihukum dan bebas berkeliaran apabila upaya hukum banding dan kasasi bagi putusan bebas itu tidak diperbolehkan lagi dipergunakan.

Maka demi hukum, keadilan, dan kebenaran, Mahkamah Agung (MA) berpendapat putusan pengadilan negeri yang berisi pembebasan terhadap tuduhan dapat dimintakan kasasi.

Dalam perkara terdakwa Prita Mulyasari, MA telah menerima kasasi putusan bebas Pengadilan Negeri Tangerang yang diajukan oleh jaksa. Apakah MA dengan demikian telah melanggar ketentuan Pasal 67 KUHAP?

Pada waktu saya masih aktif sebagai hakim agung, banyak putusan bebas pengadilan negeri itu bukanlah putusan bebas murni, melainkan sebenarnya adalah ”putusan lepas dari segala tuntutan hukum yang terselubung” (verkapte ontslag van alle rechtsvervolging). Contohnya, perbuatan yang dituduhkan itu termasuk hubungan dalam hukum perdata. Untuk itu, MA dapat menerima kasasi jaksa dengan alasan ”suatu peraturan hukum diterapkan tidak sebagaimana mestinya” (Pasal 253 KUHAP).

Harus dipertimbangkan

Akan tetapi, diterimanya alasan ini oleh MA harus dipertimbangkan secara lengkap dan rinci sebelum MA memutuskan kasasi jaksa dapat diterima atau tidak.

Dalam kasus Prita, saya khawatir bahwa itu telah terabaikan (over het hoofd gezien) oleh MA untuk mempertimbangkan hal ini sebelum masuk ke masalah dirinya berhak atau tidak mengadili permohonan kasasi atas putusan bebas. Saya sendiri belum membaca putusan yang menghebohkan tersebut. Namun melihat kemampuan hakim-hakim agung sekarang, saya jadi ragu.

Membahayakan

Ditinjau dari segi kondisi masyarakat yang sekarang dalam keadaan tidak memercayai hukum, putusan MA ini dampaknya bisa membahayakan. Betapa tidak, karena sampai ada seorang penyiar radio swasta di Jakarta yang mengatakan putusan MA ini ”kacau”!

Meski putusan kasasi itu bunyinya tidak perlu memasukkan Prita Mulyasari ke penjara, hakim MA dalam hal ini telah tidak memakai indera keenamnya dalam memutus perkara ini. Hal ini, menurut saya, adalah salah satu kelemahan dari pengangkatan hakim agung yang nonkarier.

Semestinya hakim MA harus lebih peka terhadap aspek yang luas dan tidak terpaku pada bunyi undang-undang semata. ”La bouche de la lois,” kata Montesquieu. Di sinilah profesionalisme hakim MA harus lebih diasah agar dapat memenuhi syarat sebagai hakim yang benar-benar ”agung”.

Seharusnya seorang hakim agung dalam melaksanakan tugas selalu melakukan evaluasi situasional. Dengan demikian, putusan-putusannya tidak menimbulkan gejolak di masyarakat.

Adi Andojo Soetjipto Mantan Hakim Agung/Ketua Muda Mahkamah Agung

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com