Apakah keempat BUMN dilebur jadi satu atau dua BPJS, atau BPJS-BPJS baru itu merupakan tambahan dari empat BUMN yang ada? Kehati-hatian memang diperlukan.
Tentu hal ini tidak boleh mengurangi kesediaan untuk berubah, bahkan percepatan, sesuai dengan perkembangan zaman dan teknologi mengingat Indonesia sudah tertinggal dalam penyelenggaraan program jaminan sosial.
Tujuannya, memperoleh efisiensi sehingga dapat diperoleh manfaat lebih besar. Inilah kecenderungan masa depan yang tentu saja tidak boleh kita abaikan demi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
Menurut UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), keempat BUMN (Askes, Jamsostek, Taspen, dan Asabri) harus menyesuaikan diri dengan UU ini selambat-lambatnya lima tahun setelah terbitnya UU. Ini berarti Oktober 2009.
Seandainya ketentuan ini sudah dilaksanakan, kita mempunyai empat BPJS, di mana kebijakan umum, sinkronisasi, monitoring, investasi, dan evaluasi penyelenggaraan program jaminan sosial dirumuskan serta dilaksanakan oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional, yang dalam hal ini bertanggung jawab kepada presiden. Dengan ketentuan seperti itu, keberadaan keempat BPJS sudah mirip ”holding” atau ”federasi” di bawah presiden. Ibaratnya, akan terbentuk rumah besar, tempat ada empat kamar bagi keempat BPJS.
Untuk jadi ”wadah tunggal”, sesuai RUU BPJS inisiatif DPR atau dua BPJS sesuai usulan pemerintah (BPJS jangka pendek dan BPJS panjang), tinggal selangkah lagi. Ini ibarat tinggal menanggalkan sekat-sekat kamar rumah. Kita tak perlu khawatir ada dampak negatif. Pasalnya, seluruh kepentingan karyawan, peserta, aset tiap BPJS/eks BUMN harus tetap terjamin. Ini dimungkinkan jika kita bisa menerapkan teknologi informasi sebaik-baiknya.
Tujuan UU No 40/2004 adalah memberikan landasan hukum yang dapat lebih mempercepat peningkatan kepesertaan dan perluasan manfaat penyelenggaraan program jaminan sosial. Demikian juga landasan hukum BPJS, yang selama ini dilaksanakan BUMN.