Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Terima, Bahasyim Kasasi

Kompas.com - 08/07/2011, 10:29 WIB

JAKARTA, KOMPAS.comBahasyim Assiffie, mantan pejabat di Direktorat Jenderal Pajak dan Bappenas, mengajukan kasasi atas putusan majelis banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menghukum dirinya dengan penjara selama 12 tahun dan denda sebesar Rp 1 miliar terkait kasus korupsi dan pencucian uang.

Selain dihukum pidana, harta Bahasyim berupa tabungan sekitar Rp 60,9 miliar dan 681.147 dollar AS disita untuk negara. Harta itu diyakini oleh majelis hakim merupakan hasil pencucian uang. "Kami telah mengajukan memori kasasi," kata Denny Kailimang, pengacara Bahasyim kepada Kompas.com, Jumat (8/7/2011).

Dalam memori kasasi yang telah dimasukkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Denny menolak jika kliennya dinilai majelis banding telah memeras Kartini Mulyadi uang sebesar Rp 1 miliar. Denny mengklaim uang itu adalah pinjaman untuk putra Bahasyim. Uang itu juga sudah dikembalikan.

"Tapi mengapa majelis hakim ikut campur mengenai utang piutang? Siapa yang tidak kenal Kartini Mulyadi di Indonesia. Hampir semua penegak hukum di Indonesia kenal karena dia penasihat hukum yang sangat senior dan konglomerat. Oleh karena itu, uang Rp 1 miliar yang merupakan pinjaman merupakan hal biasa," ujar Denny.

Diberitakan sebelumnya, berdasarkan fakta di persidangan, Bahasyim menerima uang itu pada Februari 2005 tanpa ada surat perjanjian pinjaman. Bahasyim juga baru mengembalikan harta Kartini itu dalam bentuk sertifikat tanah seluas 1.700 meter persegi ketika kepolisian mulai menyidik kasusnya tahun 2010 .

Denny menilai, majelis banding telah melindungi Kartini agar tak terjerat hukum dengan memutuskan bahwa Bahasyim terbukti memeras Kartini. Putusan itu berbeda dengan putusan majelis tingkat pertama di PN Jaksel yakni terbukti menerima suap.

Pencucian uang

Dalam memori kasasi, Denny juga menolak jika seluruh tabungan di rekening atas nama istri dan tiga putri Bahasyim dinilai hasil pencucian uang. Majelis banding, menurut dia, tidak mampu membuktikan tindak pidana apa yang telah dilakukan Bahasyim sehingga menghasilkan uang itu.

Denny mencantumkan berbagai putusan Mahkamah Agung dalam perkara pencucian uang yang harus dibuktikan terlebih dulu tindak pidana asal. "Bila tidak bisa dibuktikan hasil kejahatan, maka tidak ada predicate crime ," katanya.

Denny mengklaim seluruh harta itu hasil berbagai usaha kliennya sejak 1969 sampai 2010, baik sebelum menjadi pegawai negeri sipil (PNS) maupun setelah menjadi PNS. "Maka uang itu sah menurut hukum," ujarnya.

"Putusan (banding) tersebut harus dibatalkan karena sangat membahayakan tatanan hukum di Indonesia dan sangat membayakan bagi PNS, pejabat negara yang mempunyai harta kekayaan dan uang tunai banyak bisa masuk penjara semua," ujar Denny.

Seperti diberitakan, saat proses pembuktian terbalik di persidangan sesuai Pasal 35 UU Nomor 15/2002 tentang Pencucian Uang, Bahasyim tak dapat membuktikan keabsahan seluruh hartanya itu kepada majelis hakim.

Majelis hakim tak mengakui seluruh bukti asal usul uang yang disampaikan Bahasyim. Pasalnya, bukti-bukti berupa adanya investasi dengan berbagai pengusaha di luar negeri itu baru dibuat ketika kasusnya ditangani kepolisian. Padahal, bisnis itu sudah berjalan enam tahun sampai belasan tahun sebelumnya.

Penyitaan harta itu diperkuat profil Bahasyim sebagai PNS dengan penghasilan hanya sekitar Rp 20 juta sampai Rp 30 juta. "Tidak seimbang dengan harta kekayaannya," kata hakim dalam putusannya.

Putusan majelis banding itu dua tahun lebih berat dibanding putusan majelis tingkat pertama. Namun, putusan itu masih lebih rendah dibanding tuntutan jaksa yakni penjara selama 15 tahun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Saksi Ungkap soal Grup WhatsApp Bernama 'Saya Ganti Kalian' di Era SYL

    Saksi Ungkap soal Grup WhatsApp Bernama "Saya Ganti Kalian" di Era SYL

    Nasional
    Jokowi Bakal Tinjau Langsung Pengelolaan Blok Rokan Pekan Ini

    Jokowi Bakal Tinjau Langsung Pengelolaan Blok Rokan Pekan Ini

    Nasional
    Soal Jampidsus Dikuntit Densus 88, Anggota Komisi III DPR: Tak Mungkin Perintah Institusi

    Soal Jampidsus Dikuntit Densus 88, Anggota Komisi III DPR: Tak Mungkin Perintah Institusi

    Nasional
    SYL Disebut Pernah Perintahkan Kirimkan Bunga dan Kue Ulang Tahun untuk Pedangdut Nayunda Nabila

    SYL Disebut Pernah Perintahkan Kirimkan Bunga dan Kue Ulang Tahun untuk Pedangdut Nayunda Nabila

    Nasional
    UKT Batal Naik, Stafsus Jokowi Dorong Dasar Hukumnya Segera Dicabut

    UKT Batal Naik, Stafsus Jokowi Dorong Dasar Hukumnya Segera Dicabut

    Nasional
    Pemilu 2024, Menghasilkan Apa?

    Pemilu 2024, Menghasilkan Apa?

    Nasional
    20 Tahun Perkara yang Ditangani KPK Terancam Tidak Sah gara-gara Putusan Gazalba Saleh

    20 Tahun Perkara yang Ditangani KPK Terancam Tidak Sah gara-gara Putusan Gazalba Saleh

    Nasional
    Ditawari oleh Anak SYL, Wambendum Nasdem Akui Terima Honor Rp 31 Juta Saat Jadi Stafsus Mentan

    Ditawari oleh Anak SYL, Wambendum Nasdem Akui Terima Honor Rp 31 Juta Saat Jadi Stafsus Mentan

    Nasional
    Di Sidang SYL, Partai Nasdem Disebut Bagikan 6.800 Paket Sembako Pakai Uang Kementan

    Di Sidang SYL, Partai Nasdem Disebut Bagikan 6.800 Paket Sembako Pakai Uang Kementan

    Nasional
    Narkopolitik, Upaya Caleg PKS Lolos Jadi Anggota Dewan di Aceh Tamiang

    Narkopolitik, Upaya Caleg PKS Lolos Jadi Anggota Dewan di Aceh Tamiang

    Nasional
    Cucu SYL Bantah Pakai Uang Kementan untuk Biayai Perawatan Kecantikan, tapi...

    Cucu SYL Bantah Pakai Uang Kementan untuk Biayai Perawatan Kecantikan, tapi...

    Nasional
    Ahmad Sahroni Disebut Kembalikan Uang Kementan Rp 820 Juta untuk NasDem Usai Diminta KPK

    Ahmad Sahroni Disebut Kembalikan Uang Kementan Rp 820 Juta untuk NasDem Usai Diminta KPK

    Nasional
    Anak SYL Akui Terbiasa Terima Fasilitas Tiket Pesawat dari Kementan, Hakim: Tahu Tidak Itu Kebiasaan Buruk?

    Anak SYL Akui Terbiasa Terima Fasilitas Tiket Pesawat dari Kementan, Hakim: Tahu Tidak Itu Kebiasaan Buruk?

    Nasional
    ICW Desak KPK Ajukan Banding Usai Hakim Bebaskan Gazalba Saleh di Putusan Sela

    ICW Desak KPK Ajukan Banding Usai Hakim Bebaskan Gazalba Saleh di Putusan Sela

    Nasional
    MA Tunggu Aduan KPK, Usai Meminta Hakim yang Bebaskan Gazalba Saleh Diperiksa

    MA Tunggu Aduan KPK, Usai Meminta Hakim yang Bebaskan Gazalba Saleh Diperiksa

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com