Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Orang Indonesia Tidak Boleh Miskin

Kompas.com - 03/07/2011, 20:06 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Imparsial, lembaga swadaya masyarakat pemerhati hak asasi manusia, mengkritik sejumlah poin dalam Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional yang dirumuskan pemerintah. Direktur Program Imparsial Al-Araf mengungkapkan, rancangan undang-undang tersebut bersifat karet, multitafsir, dan menekan sehingga mengancam proses demokrasi.

Salah satu poin yang dikritik adalah penjelasan tentang bentuk ancaman nasional yang termuat dalam Pasal 17 rancangan undang-undang (RUU) tersebut. Dalam RUU itu disebutkan bahwa kemiskinan termasuk dalam kategori ancaman nasional. "Itu bisa ditafsirkan apakah orang miskin mengancam keamanan nasional (kamnas) karena enggak ada penjelasan. Kalau begitu bahaya, dong. Berarti enggak boleh miskin?" kata Al-Araf di kantor Imparsial di Jakarta, Minggu (3/7/2011).

Selain kemiskinan, yang termasuk kategori ancaman nasional tidak bersenjata adalah mogok massal, penghancuran nilai-nilai moral dan etika bangsa, kebodohan, ketidakadilan, ketidaktaatan hukum, serta diskonsepsional perumusan legislasi dan regulasi.

Dimasukkannya mogok massal dalam kategori ancaman nasional, lanjut Al-Araf, dikhawatirkan akan mengancam kebebasan berekspresi para buruh. "Padahal pemogokan massal itu sah-sah saja sepanjang tidak terjadi perusakan," katanya.

Adapun jika diskonsepsional perumusan legislasi dan regulasi dimasukkan dalam ancaman nasional, maka hal itu, menurut Al-Araf, dikhawatirkan mengancam hak dan kebebasan parlemen dalam membuat undang-undang. "Ini berbahaya, mengancam proses demokrasi parlemen," ujarnya.

Selain itu, ukuran dari kategori-kategori ancaman nasional tidak bersenjata itu pun menurutnya tidak jelas. Contohnya, kata Al-Araf, ukuran sejauh mana seseorang dapat dikatakan menghancurkan nilai moral dan etika bangsa. Dengan demikian, bisa saja pers dinilai menghancurkan nilai moral dan etika bangsa. "Bisa saja media dinilai menghancurkan nilai moral dan etika bangsa. Ukurannya enggak ada, enggak jelas," ucap Al-Araf.

Oleh karena itu dapat disimpulkan, RUU Kamnas tersebut dikhawatirkan dapat mengancam kebebasan sipil serta hak dan kebebasan parlemen dalam membuat undang-undang serta mengancam kebebasan berekspresi, mengancam kebebasan pers, dan mengancam demokrasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com