Pengaturan tersebut tetap menimbulkan kegamangan dan kesan bersifat ”setengah hati”. Sebab, dalam Pasal 7 Ayat (3) UU No 34/2004 ditentukan bahwa pelaksanaan OMSP tersebut berdasarkan pada kebijakan dan keputusan politik negara. Bahkan, dalam membantu tugas-tugas Polri dalam rangka kamtibmas ditentukan adanya pengaturan undang-undang terlebih dahulu.
Dampak kegamangan tanpa solusi cepat harus diartikan lebih luas. Di samping TNI akan cenderung sebagai penonton sebelum ada kebijakan dan keputusan politik, di lapangan juga dapat memicu apatisme dan kecemburuan sosial di lingkungan TNI. Citra seolah-olah Polri mendapatkan keistimewaan—apalagi dimanjakan—pasti juga bukan kehendak Polri.
Harapan untuk mengatasi persoalan kegamangan dan kesenjangan tersebut dapat dipenuhi jika ada kehendak politik untuk melaksanakan segera amanat Pasal 15 UU No 3/2002 tentang Pertahanan Nasional, yaitu membentuk Dewan Pertahanan Nasional—lebih tepat dinamakan Dewan Keamanan Nasional— yang diketuai langsung oleh presiden. Dewan ini berfungsi memberi nasihat kepada presiden dengan memperhatikan integrasi berbagai kebijakan dalam dan luar negeri, militer, serta kementerian/badan lain.
Anggotanya, antara lain, Menteri Pertahanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, Panglima TNI, Kapolri, dan Kepala BIN. Di sinilah kebijakan dan keputusan politik setiap kali menerapkan OMSP diputuskan dengan cepat dan akurat.