KOMPAS.com - Rumah gadang itu berdiri megah bagaikan seekor gajah yang tengah duduk. Bangunan itu adalah Museum Adityawarman. Museum tersebut terletak di Kota Padang, Sumatera Barat.
"Bangunan ini adalah Rumah Gadang dengan tipe gajah maharam, diumpamakan seperti seekor gajah yang mendekam. Berasal dari kelarasan Budi Chaniago," kata Armus dari Museum Adityawarman. Dulu ia berprofesi sebagai pemandu di museum tersebut. Kini ia bekerja di bagian perawatan koleksi museum.
Rumah gadang memang identik dengan budaya Minang. Apalagi di masa modern seperti sekarang ini, rumah gadang sudah mulai jarang dibuat. Padahal rumah gadang adalah cerminan kearifan lokal di bidang arsitektur. Struktur rumah gadang pada umumnya tahan gempa. Seperti Museum Adityawarman yang selamat dari gempa tahun 2009, walaupun bangunan sekitarnya seperti hotel-hotel sebagian besar roboh.
"Museum ini dibangun tahun 1974 dan diresmikan tahun 1977. Dari tahun 1977 sampai sekarang, kayunya tidak masalah, masih kuat. Beberapa kali digoncang gempa tidak apa-apa. Insya Allah, tidak pernah bermasalah. Bangunan ini sebenarnya layak untuk dihuni," tutur Armus. Jika museum tersebut menjadi rumah tinggal, maka menurut Armus, rumah gadang tersebut akan ditempati empat sampai lima keluarga inti.
Museum Adityawarman merupakan museum budaya yang menampilkan adat istiadat suku Minang. Salah satunya adalah menampilkan kamar-kamar yang biasa terdapat di rumah gadang.
"Laki-laki sebelum menikah tidak dapat kamar. Tidurnya di surau untuk belajar agama dan silat. Jadi tidak tidur di rumah keluarga. Praktek ini masih berjalan sekarang terutama di daerah pedesaan. Saya sendiri masih mengalaminya. Saat umur lima tahun saya sudah tidur di surau untuk belajar mengaji," kata Armus yang berasal dari Kabupaten Limapuluh Kota.
Di museum tersebut, pengunjung bisa belajar mengenai sistem kekerabatan yang unik dari Minangkabau. Berbeda dari daerah-daerah lainnya di Indonesia yang pada umumnya memegang sistem kekerabatan patrilineal, Minangkabau menggunakan sistem matrilineal. Armus menjelaskan di Minangkabau peran wanita lebih tinggi.
"Anak menurut suku ibu. Aktivitas perempuan di Minang lebih banyak. Dari melahirkan anak sampai mendidik. Mereka jujga beraktivitas seperti di bidang pertanian. Jadi aktif secara ekonomi, bukan sekedar di rumah saja," jelas Armus.
Aktivitas perempuan Minang dipaparkan dengan apik di area museum. Mulai dari mengasuh anak, memasak untuk keluarga dan lingkungan lebih luas, sampai tradisi lisan berupa pantun sebagai sarana ibu menanamkan nilai kehidupan bagi anak.Belum lagi aneka kegiatan keterampilan seperti menjahit, menenun, bertani, berdagang, hingga kesenian. Beberapa kesenian menghadirkan perempuan sebagai penyanyi.
Kesenian banyak ditampilkan dalam upacara-upacara adat, salah satunya adalah upacara pernikahan. Di salah satu sudut museum terdapat ruang peragaan pelaminan pernikahan adat Minang. Ruang tersebut, menurut Armus, merupakan pameran paling diminati pengunjung.