Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yusril Minta SBY dan Mega sebagai Saksi

Kompas.com - 30/06/2011, 11:53 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Yusril Ihza Mahendra mengatakan, jika ternyata perkara yang menyangkut dirinya masih dalam tahap penyidikan, Kejaksaan Agung harus memanggil dan memeriksa dua saksi meringankan yang dimintanya, yakni Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan mantan Presiden Megawati Sukarnoputri.

"Saya ingin melihat apakah Kejagung akan memanggil dan memeriksa SBY terkait kasus ini dalam pencekalan enam bulan ke depan yang mereka lakukan," kata Yusril  Rabu, (29/6/2011) malam di Jakarta.

Menurut Yusril, meminta keterangan SBY sangat penting, terutama setelah putusan kasasi MA dalam perkara Romli Atmasasmita. Dalam putusan kasasi itu, MA menolak dakwaan jaksa bahwa biaya akses Sisminbakum sebagai uang negara yang tidak disetorkan ke kas negara.

MA menegaskan, berdasarkan Pasal 2 UU No 17 Tahun 1997 tentang PNBP, maka uang yang dipungut itu masuk PNBP atau tidak haruslah ditetapkan dengan peraturan pemerintah (PP). Selama Sisminbakum beroperasi sejak 2001, empat kali Presiden SBY mengubah PP tentang PNBP di Kementerian Hukum dan HAM, dan baru dalam PP terakhir pada akhir Mei 2009 yang menyatakan biaya akses itu sebagai PNBP. Sebab itu, MA menyatakan biaya akses sebelum Mei 2009 bukanlah uang negara dan karena itu "telah tidak terjadi kerugian negara" seperti didakwakan jaksa.

"Supaya Kejaksaan yakin betul benarkah biaya akses Sisminbakum sebelum Mei 2009 bukanlah uang negara sebagaimana dikatakan MA, maka mutlak perlu bagi Kejagung untuk meminta keterangan SBY, sebab beliaulah yang menandatangani keempat PP PNBP yang berlaku di Kementerian Hukum dan HAM itu," katanya.

Yusril juga mengingatkan, sebentar lagi Mahkamah Konstitusi akan memutus perkara uji tafsir mengenai saksi dalam pasal-pasal KUHAP, terkait pemanggilan SBY dan Megawati tersebut.

Diperkarakan lagi

Di sisi lain, meskipun Kejaksaan Agung telah mengaku salah dalam menerbitkan surat cekal Yusril dan sudah memperbaikinya, Yusril tetap mempersoalkan cekal terhadap dirinya yang sudah diperbarui itu.

"Saya telah membaca cekal yang baru yang dikeluarkan tanggal 27 Juni 2011, namun masih menemukan beberapa kejanggalan dalam surat cekal itu," kata Yusril.

Salah satu kejanggalan itu, menurut dia, adalah dalam konsideran menimbang, yang menyebutkan alasan perlunya pencekalan itu adalah "dalam rangka mendukung operasi yustisial pada tahap penyidikan".

Masalahnya, lanjut Yusril, Kejagung sudah sejak lama mengatakan bahwa tahap penyidikan dirinya sudah selesai. Bahkan, M Amari, ketika menjadi Jampidsus berulang kali mengatakan kepada publik bahwa status perkara telah P-21, artinya sudah diimpahkan ke Direktorat Penuntutan karena berkas perkara sudah lengkap.

"Kalau penyidikan sudah selesai dan berkas sudah lengkap, maka untuk apa lagi dicekal dengan dalih operasi yustisi pada tahap penyidikan?" tanya Yusril.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Mempermainkan Hukum sebagai Senjata Politik

    Mempermainkan Hukum sebagai Senjata Politik

    Nasional
    KPK Duga Korupsi Bansos Presiden Rugikan Negara Lebih dari Rp 50 Miliar

    KPK Duga Korupsi Bansos Presiden Rugikan Negara Lebih dari Rp 50 Miliar

    Nasional
    Jadi Tersangka Korupsi, Eks Sestama Basarnas Mundur dari Kepala Baguna PDI-P

    Jadi Tersangka Korupsi, Eks Sestama Basarnas Mundur dari Kepala Baguna PDI-P

    Nasional
    KY Prioritaskan Laporan KPK terhadap Majelis Hakim yang Bebaskan Gazalba Saleh

    KY Prioritaskan Laporan KPK terhadap Majelis Hakim yang Bebaskan Gazalba Saleh

    Nasional
    PPATK Catat Perputaran Dana terkait Pemilu 2024 Senilai Rp 80,1 T

    PPATK Catat Perputaran Dana terkait Pemilu 2024 Senilai Rp 80,1 T

    Nasional
    Anggota DPR Sebut PPATK Macan Ompong karena Laporan Tak Ditindaklanjuti Penegak Hukum

    Anggota DPR Sebut PPATK Macan Ompong karena Laporan Tak Ditindaklanjuti Penegak Hukum

    Nasional
    KPK Sebut Kasus Bansos Presiden Terungkap Saat OTT Kemensos yang Seret Juliari

    KPK Sebut Kasus Bansos Presiden Terungkap Saat OTT Kemensos yang Seret Juliari

    Nasional
    PDN Diretas, Ombudsman: Yang Produksi Ransomware Ini Harus Dicari dan Ditangkap

    PDN Diretas, Ombudsman: Yang Produksi Ransomware Ini Harus Dicari dan Ditangkap

    Nasional
    KPK Duga Pengadaan Lahan di Rorotan oleh Perumda Sarana Jaya Rugikan Negara Rp 200 Miliar

    KPK Duga Pengadaan Lahan di Rorotan oleh Perumda Sarana Jaya Rugikan Negara Rp 200 Miliar

    Nasional
    Kasus Rekayasa Jual Beli Emas Budi Said, Kejagung Periksa 3 Pegawai Pajak

    Kasus Rekayasa Jual Beli Emas Budi Said, Kejagung Periksa 3 Pegawai Pajak

    Nasional
    Menko PMK Sebut Pinjamkan Nomor Rekening ke Pelaku Judi 'Online' Bisa Dipidana

    Menko PMK Sebut Pinjamkan Nomor Rekening ke Pelaku Judi "Online" Bisa Dipidana

    Nasional
    Satgas Kantongi Identitas Pemain Judi Online, Bandar Belum Jadi Prioritas

    Satgas Kantongi Identitas Pemain Judi Online, Bandar Belum Jadi Prioritas

    Nasional
    PKS Usung Anies-Sohibul Iman di Pilkada Jakarta, Tutup Peluang Cawagub dari Nasdem atau PDI-P?

    PKS Usung Anies-Sohibul Iman di Pilkada Jakarta, Tutup Peluang Cawagub dari Nasdem atau PDI-P?

    Nasional
    Sudahi Manual, Waktunya Rekapitulasi Pemilu Elektronik

    Sudahi Manual, Waktunya Rekapitulasi Pemilu Elektronik

    Nasional
    Menko PMK Minta Warga Waspadai Penyalahgunaan Rekening untuk Judi 'Online'

    Menko PMK Minta Warga Waspadai Penyalahgunaan Rekening untuk Judi "Online"

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com