Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revisi Aturan Keuangan Parpol

Kompas.com - 24/06/2011, 04:39 WIB

Jakarta, Kompas - Maraknya kasus korupsi yang melibatkan anggota partai politik menuntut aturan keuangan atau pendanaan parpol direvisi. Harus ada pembatasan biaya pengeluaran parpol, penetapan besar sumbangan anggota parpol dan perusahaan, serta penerapan sanksi secara tegas.

”Siapa pun yang menduduki posisi seperti Nazaruddin, yang menjadi Bendahara Umum Partai Demokrat, akan terlibat hal-hal demikian. Ini tidak hanya di Partai Demokrat, tetapi juga terjadi di semua partai. Karena itu, aturan harus diperbaiki,” kata pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Indria Samego, pada diskusi yang diselenggarakan The Habibie Center di Jakarta, Kamis (23/6).

Menurut Sumarno, peneliti The Habibie Center dan pengajar Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta, Pasal 34 Undang-undang (UU) Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (Parpol) menyebutkan, keuangan parpol berasal dari tiga sumber, yaitu iuran anggota, sumbangan yang sah menurut hukum, dan bantuan keuangan dari APBD/APBN. ”Besarnya iuran anggota ditentukan secara internal oleh parpol,” kata Sumarno.

Indria Samego mengatakan, sumbangan sah menurut hukum dapat berupa uang, barang, fasilitas, peralatan, dan atau jasa. Bantuan itu disalurkan lewat APBD untuk DPRD dan APBN untuk DPR. Nilai nominal untuk sumbangan dari anggota dan bukan anggota serta perusahaan dan atau badan juga sudah secara eksplisit disebutkan, yakni per tahun sebesar Rp 1 miliar untuk perorangan dan Rp 7,5 miliar untuk perusahaan atau badan.

”Namun dari sisi realitas, banyak hal yang menimbulkan persoalan. Dapat dipastikan bahwa sumbangan resmi yang diperoleh setiap parpol tidak mencukupi jika digunakan untuk menutup kebutuhan parpol. Apalagi, parpol tidak dibenarkan memiliki perusahaan. Praktis, sumbangan yang diterima tiap parpol relatif lebih kecil ketimbang keperluan anggaran partai apa pun,” ujar Indria Samego.

Ketika tradisi fund raising dalam kegiatan parpol belum melembaga, kata Indria Samego, satu-satunya kemungkinan bagi parpol untuk menutupi kebutuhan keuangannya adalah memanfaatkan ayat dan pasal karet atau menjadikan anggota DPR sebagai mesin uang parpol.

Tidak hanya memasang anggota parpol di DPR, kata Sumarno, biaya politik yang tinggi membuat parpol juga berlomba untuk mendapat kapling kekuasaan karena kekuasaan terkait dengan sumber uang. Parpol memerlukan sumber uang atau semacam ATM politik melalui posisi strategis kadernya di kementerian, akses ke BUMD/ BUMN, Badan Anggaran DPR, dan komisi-komisi ”mata air” legislatif.

”Modus ilegal pengembalian modal dan pengumpulan dana politik berpotensi menimbulkan praktik korupsi politik. Parpol mendorong kadernya untuk menjadi kepala daerah dengan menyewakan ’kapal’ dalam pilkada kepada kandidat tertentu yang berduit,” kata Sumarno.

Indria Samego pun mengusulkan tiga hal untuk perbaikan aturan keuangan parpol, yaitu pembatasan biaya pengeluaran parpol, bentuk sumbangan dan nilainya mesti ditentukan dan dilaporkan secara transparan, serta sanksi tegas secara konsisten kepada siapa pun. (LOK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com