Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kita Butuh Lebih dari Sekadar Prihatin

Kompas.com - 23/06/2011, 13:31 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Solidaritas Perempuan mendesak pemerintah agar segera merativikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tahun 1990 tentang perlindungan terhadap buruh migran dan keluarganya. Konvensi tersebut merupakan dasar hukum internasional yang memuat standar minimun perlindungan buruh migran. Hal itu dikatakan staf Penanganan Kasus Buruh Migran Solidaritas Perempuan, Vicky Sylvanie, di Kantor Solidaritas Perempuan, Jakarta, Kamis (23/6/2011).

"Kita butuh lebih dari sekadar prihatin," kata Vicky.

Menurut Vicky, perlindungan pemerintah terhadap para buruh migran, terutama buruh migran perempuan, masih minim. Belum ada payung hukum yang mapan terkait perlindungan buruh migran tersebut. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 yang mengatur tentang buruh migran saat ini lebih menempatkan mereka sebagai komoditas.

"Revisi terhadap undang-undang ini juga harus dilakukan secara tepat, pemerintah harus memastikan revisi undang-undang ini benar-benar mengakomodasi kepentingan buruh migran," ujarnya.

Dia juga mengatakan, buruh migran perempuan rentan terhadap tindak kekerasan ataupun  ketidakadilan hukum. Terutama bagi mereka yang bekerja di negara-negara Timur Tengah. Pendidikan mereka yang umumnya terbatas, menurut Vicky, semakin mempersulit posisi para buruh migran.

"Posisinya sebagai pekerja, bukan atasan, posisi tawarnya lemah. Mereka bekerja di sektor domestik, lingkungannya tertutup, sehingga saat dia bersalah, sulit mendapatkan bantuan," lanjut Vicky.

Pada umumnya, menurut dia, buruh migran perempuan nekat berangkat ke luar negeri untuk mendapatkan penghasilan yang lebih layak. Hal tersebut juga merupakan akibat dari sedikitnya lapangan pekerjaan di Indonesia yang tersedia untuk mereka.

"Dia (buruh migran) melihat tidak ada kesempatan untuk dia dan keluarganya di sini. Pemerintah belum sanggup buka lapangan kerja di sini, ya dicarilah di luar. Tapi, masalah belum akan selesai dengan membuka lapangan kerja di luar tanpa ada prlindungan," ujarnya.

Permasalahan buruh migran di Indonesia seolah tiada ujung. Pekan lalu masyarakat dikejutkan dengan kasus yang menimpa Ruyati binti Satubi, tenaga kerja Indonesia yang dieksekusi mati di Arab Saudi. Ruyati mengaku membunuh majikannya, seorang wanita Saudi bernama Khairiya binti Hamid Mijlid. Pelaksanaan eksekusi mati terhadap Ruyati tersebut tanpa sepengetahuan KBRI.

Menanggapi kematian Ruyati, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengaku turut prihatin dan berdukacita. Presiden akan memprotes keras tindakan Pemerintah Arab Saudi yang mengeksekusi mati Ruyati tanpa memberi tahu KBRI. Yudhoyono berencana mengirim surat berisi protes untuk Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdul-Aziz Al Saud.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Pimpinan Komisi VII Wanti-wanti Pengelolaan Tambang Ormas Rentan Ditunggangi Konglomerat

    Pimpinan Komisi VII Wanti-wanti Pengelolaan Tambang Ormas Rentan Ditunggangi Konglomerat

    Nasional
    745 Personel Polri Dimutasi, Kadiv Propam Irjen Syahardiantono Naik Jadi Kabaintelkam

    745 Personel Polri Dimutasi, Kadiv Propam Irjen Syahardiantono Naik Jadi Kabaintelkam

    Nasional
    Pesan Panglima TNI untuk Pilkada 2024: Jika Situasi Mendesak, Tugas Prajurit Melumpuhkan, Bukan Mematikan

    Pesan Panglima TNI untuk Pilkada 2024: Jika Situasi Mendesak, Tugas Prajurit Melumpuhkan, Bukan Mematikan

    Nasional
    Pemerintah Akui Tak Bisa Pulihkan Data Kementerian/Lembaga Terdampak Peretasan PDN

    Pemerintah Akui Tak Bisa Pulihkan Data Kementerian/Lembaga Terdampak Peretasan PDN

    Nasional
    Pilkada 2024, TNI Siapkan Personel Cadangan dan Alutsista jika Situasi Mendesak

    Pilkada 2024, TNI Siapkan Personel Cadangan dan Alutsista jika Situasi Mendesak

    Nasional
    Soal Anggota Dewan Main Judi Online, Johan Budi: Bukan Lagi Sekadar Kode Etik, tapi Sudah Pidana

    Soal Anggota Dewan Main Judi Online, Johan Budi: Bukan Lagi Sekadar Kode Etik, tapi Sudah Pidana

    Nasional
    Belum Ada Pendaftar di Hari Pertama Pendaftaran Capim dan Dewas KPK

    Belum Ada Pendaftar di Hari Pertama Pendaftaran Capim dan Dewas KPK

    Nasional
    Puan Bicara Peluang PDI-P Usung Kader Sendiri di Pilkada Jakarta, Sebut Banyak yang Menonjol

    Puan Bicara Peluang PDI-P Usung Kader Sendiri di Pilkada Jakarta, Sebut Banyak yang Menonjol

    Nasional
    Wasekjen PKB Ingatkan Duet Anies-Sohibul di Jakarta Berisiko 'Deadlock'

    Wasekjen PKB Ingatkan Duet Anies-Sohibul di Jakarta Berisiko "Deadlock"

    Nasional
    Soroti Minimnya Kamar di RSUD Mas Amsyar, Jokowi: Hanya 53, Seharusnya Bisa di Atas 100

    Soroti Minimnya Kamar di RSUD Mas Amsyar, Jokowi: Hanya 53, Seharusnya Bisa di Atas 100

    Nasional
    PKB Belum Tentu Dukung Anies Usai PKS Umumkan Duet dengan Sohibul Iman

    PKB Belum Tentu Dukung Anies Usai PKS Umumkan Duet dengan Sohibul Iman

    Nasional
    Mantan Kabareskrim: Saya Tidak Yakin Judi Online Akan Terberantas

    Mantan Kabareskrim: Saya Tidak Yakin Judi Online Akan Terberantas

    Nasional
    PPATK Ungkap Perputaran Uang Judi 'Online' Anggota Legislatif Capai Ratusan Miliar

    PPATK Ungkap Perputaran Uang Judi "Online" Anggota Legislatif Capai Ratusan Miliar

    Nasional
    KIM Siapkan Pesaing Anies pada Pilkada Jakarta, Ridwan Kamil dan Kaesang Masuk Nominasi

    KIM Siapkan Pesaing Anies pada Pilkada Jakarta, Ridwan Kamil dan Kaesang Masuk Nominasi

    Nasional
    KPK Ungkap Awal Mula Dugaan Korupsi Bansos Presiden Terbongkar

    KPK Ungkap Awal Mula Dugaan Korupsi Bansos Presiden Terbongkar

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com