Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bebaskan Darsem, Kemlu Bayar "Diat" Rp 4,7 M

Kompas.com - 20/06/2011, 13:14 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi I DPR RI menyetujui usulan Kementerian Luar Negeri RI untuk segera membayar diat atau uang kompensasi terhadap Darsem binti Daud, tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi, yang divonis mati pada Januari 2011 karena terbukti membunuh majikannya.

Namun, pihak keluarga bersedia memaafkan asalkan Darsem, TKI asal Subang, Jawa Barat tersebut, bersedia membayar diat sebesar Rp 4,7 miliar. "Terkait kasus Darsem binti Daud, Komisi I DPR RI menyetujui usulan Kementerian Luar Negeri untuk membayar diat sebesar Rp 4,7 miliar," kata Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq ketika membacakan salah satu keputusan rapat kerja dengan Kemlu, Senin (20/6/2011).

Dana ini akan diambil dari anggaran Kemlu terkait perlindungan warga negara Indonesia di luar negeri. Menlu Marty Natalegawa mengatakan, soal pembayaran uang diat, Kemlu sebenarnya sudah melakukan koordinasi dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan BNP2TKI.

Kemenakertrans dan BNP2TKI juga memiliki anggaran tersendiri untuk perlindungan tenaga kerja Indoensia di luar negeri. "Namun, koordinasi ini belum membuahkan hasil," kata Marty.

Menlu mengatakan, pemerintah harus segera membayarkan uang diat tersebut, mengingat batas waktu pembayaran diat tersebut jatuh tempo pada 7 Juli. Bahkan, berkaca dari kasus eksekusi mati terhadap Ruyati binti Satubino (54), Menlu berniat mempercepat pelunasan uang diat. "Kami khawatir, deadline langkah-langkahnya lebih awal dari itu," kata Marty.

Ia menegaskan, perlindungan WNI di luar negeri menjadi tanggung jawab pemerintah, terlepas dari perbedaan peran kementerian yang ada. "Berbicara perlindungan warga negara, kita bicara sebagai satu-kesatuan. Pemerintah tidak disekat-sekat kementerian mana. Kita harus memberikan wujud kepedulian. Kemlu sudah siap bertindak," katanya.

Hal senada disampaikan anggota Komisi I DPR RI Tjahjo Kumolo. "Jangan terjebak kementerian mana yang bertanggung jawab atas pembayaran diat. Pemerintah wajib memberikan perlindungan warga negara yang ada di luar negeri. Soal dari mana uangnya, itu bukan ranah kita. Itu ranah pemerintah," kata Tjahjo.

Sementara itu, anggota Komisi I DPR RI Teguh Juwarno mengatakan, keputusan Komisi I DPR RI ini dapat disampaikan pada rapat paripurna DPR RI agar dapat menjadi keputusan politik. Dengan demikian, bobot keputusan tersebut menjadi lebih kuat.

Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah, beberapa waktu lalu, mengkritik pemerintah, yang seharusnya bisa bertindak cepat mengatasi masalah, termasuk dengan langsung membayari uang diat itu. Apalagi, menurut Anis, pemerintah bukannya tidak punya uang mengingat dari setiap TKI yang akan diberangkatkan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengutip secara resmi uang sebesar 15 dollar AS untuk biaya perlindungan TKI. Kutipan itu kemudian menjadi pendapatan negara bukan pajak kementerian bersangkutan.

"Jadi, enggak ada itu pemerintah tidak punya uang. Enggak perlulah sampai menunggu disumbang dermawan negara lain. Begitu ada keputusan besaran uang diat yang diminta keluarga korban, pemerintah semestinya langsung mengumumkan akan membayari. Kalau uang segitu saja minta dibayari dermawan, mau jadi apa negara kita ini?" ujar Anis.

Ia juga mempertanyakan transparansi besaran dana dan pertanggungjawaban penggunaan uang kutipan biaya perlindungan TKI itu, yang selama ini dinilainya tidak jelas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

    Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

    Nasional
    Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

    Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

    Nasional
    Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

    Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

    Nasional
    Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

    Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

    Nasional
    SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

    SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

    Nasional
    'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

    "Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

    Nasional
    Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

    Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

    Nasional
    Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

    Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

    Nasional
    Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

    Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

    Nasional
    Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

    Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

    Nasional
    Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

    Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

    Nasional
    Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

    Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

    Nasional
    'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

    "Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

    [POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

    Nasional
    Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com