Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Saya Tak Tahu Soal Uang Terimakasih!"

Kompas.com - 17/06/2011, 14:42 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat nonaktif, Syarifuddin Umar mengaku tidak tahu menahu soal uang terimakasih senilai Rp 250 juta yang diberikan Puguh Wirayan kepadanya. Dia mengaku tidak mengetahui jika Puguh membawa tas merah berisi uang Rp 250 juta saat mendatangi rumahnya beberapa jam sebelum dia digerebek KPK.

Menurut Syarifuddin, kedatangan Puguh ke rumahnya saat itu untuk membicarakan soal pembagian harta pailit. Puguh datang menyampaikan soal presentase pembangian harta pailit yang akan dibagikan kreditur.

"Kreditur itu ada pajak, bank, ada buruh, dan aset inilah yang akan dijual maupun yang sudah dijual, itulah yang jadi modal untuk dibagikan kepada yang berhak," kata Syarifuddin saat memasuki gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta, Jumat (17/6/2011), untuk menjalani pemeriksaan.

Syarifuddin dan Puguh merupakan tersangka dalam kasus dugaan suap terkait penanganan kepailitan PT Skycamping Indonesia (PT SCI). Syarifuddin diduga menerima fee dari Puguh senilai Rp 250 juta terkait penjualan aset PT SCI yang dinyatakan pailit sejak 2010.

Hakim pengawas pengadilan niaga di PN Jakpus itu tertangkap di rumahnya sekitar dua jam setelah Puguh datang membawa tas merah berisi uang ke kediaman Syarifuddin. Terkait kedatangan Puguh ke rumahnya, Syarifuddin menolak jika dikatakan pertemuan mereka di luar persidangan itu melanggar kode etik hakim. Menurutnya, saat datang ke rumahnya Puguh bukan sebagai orang berperkara.

"Puguh seorang kurator, bukan orang berperkara. Kurator itu jembatan kreditur dan debitur, inilah yang mereka mau konsultasikan dengan hakim pengawas," ujarnya.

Ia juga menantang Komisi Yudisial (KY) untuk membuktikan dugaan pelanggaran perilaku hakim atau kode etik hakim yang dituduhkan kepadanya.

"Sekarang KY sudah berkotek-kotek, saya tantang KY buka rekaman yang dilakukan pemantau KY, apakah di situ saya ada pelanggaran kode etik? Buka mata telinga KY, jangan hanya mencerca hakim," ucapnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, KY selaku lembaga pengawasan eksternal hakim tengah menyelidiki dugaan pelanggaran kode etik hakim yang dilakukan Syarifuddin terkait perkaranya tengah disidik KPK. KY juga menyelidiki dugaan pelanggaran kode etik hakim oleh Syarifuddin dan hakim PN Jakpus lainnya dalam menangani perkara korupsi Gubernur Bengkulu nonaktif Agusrin Najimuddin. Syarifuddin merupakan ketua majelis hakim yang memutuskan vonis bebas terhadap Agusrin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com