Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK dan Harapan Publik

Kompas.com - 13/06/2011, 02:46 WIB

Sejak pertama kali dibentuk pada Desember 2003, Komisi Pemberantasan Korupsi diharapkan menjadi senjata ampuh memberantas korupsi di negeri ini. Ekspektasi publik pun terus tumbuh terhadap lembaga ini seiring dengan kondisi dan dinamika yang terjadi, baik di luar maupun di internal KPK. Lembaga KPK lahir di saat bangsa ini gerah dengan praktik korupsi yang tak kunjung reda.

Terpilihnya lima unsur pimpinan KPK periode pertama (2003-2007), Taufiequrachman Ruki (ketua) dan empat pimpinan lainnya, Amien Sunaryadi, Sjahruddin Rasul, Tumpak Hatorangan Panggabean, dan Erry Riyana Hardjapamekas, menjadi babak baru pemberantasan korupsi di Indonesia.

Harus diakui bahwa terbentuknya KPK saat itu diselimuti pesimisme publik. Jajak pendapat Kompas pada awal komisi ini terbentuk mencatat, sebanyak 61 persen responden tidak yakin lembaga ini mampu memberantas korupsi.

Namun, pesimisme publik dijawab KPK dengan cepat. Sejumlah pejabat publik yang terindikasi korupsi satu per satu ditangkap dan diusut. Sebut saja kasus korupsi pembelian helikopter Rusia senilai Rp 12 miliar yang melibatkan Gubernur Aceh Abdullah Puteh dan sejumlah kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah lainnya seperti Bupati Garut Agus Supriadi, Gubernur Kalimantan Timur Suwarna Abdul Fatah, dan Bupati Kutai Kartanegara Syaukani Hasan Rais. Bahkan, di tingkat menteri pun KPK berhasil menyeret Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri dan Menteri Agama Said Agil Al Munawar. Belum lagi kasus korupsi Perum Bulog yang menyeret direktur utamanya, Widjanarko Puspoyo.

Kasus besar yang menjadi puncak perhatian publik saat itu adalah tertangkapnya anggota KPU, Mulyana W Kusumah. Kasus ini jadi awal terbongkarnya skandal korupsi pemilu yang juga menyeret Ketua KPU Nazaruddin Sjamsudin dan anggota KPU lainnya, Daan Dimara, Rusadi Kantaprawira, dan sejumlah pejabat Sekretariat Jenderal KPU. Penangkapan anggota KPU ini mendapat apresiasi positif dari publik. Sebanyak 36 persen responden dari jajak pendapat Kompas April 2005 menilainya sebagai upaya sungguh-sungguh KPK dalam memerangi korupsi. Perlahan tetapi pasti, KPK pun akhirnya menjadi akronim yang ”menakutkan” bagi koruptor di negeri ini.

Tidak jauh berbeda dengan KPK periode pertama, pada periode kedua (2007-2011) yang dipimpin Antasari Azhar, KPK tetap dihadapkan pada pesimisme publik. Terpilihnya Antasari sendiri juga memicu kontroversi karena nama ini pernah dikaitkan dengan sejumlah kasus saat menjadi jaksa. ”Keraguan publik akan memacu semangat KPK bekerja lebih baik,” begitu jawaban Antasari. (Kompas, 7 Desember 2007)

Tidak heran jika pada periode awal KPK jilid kedua ini langsung tancap gas dengan mengungkap sejumlah skandal korupsi yang menyeret sejumlah pejabat dan mantan pejabat. Sebut saja mantan Duta Besar RI untuk Malaysia Rusdihardjo, kasus aliran dana Bank Indonesia yang menyeret sejumlah pejabat BI, termasuk Gubernur BI Burhanudin Abdullah, dan kasus besar yang menarik perhatian publik di periode ini adalah tertangkapnya jaksa Urip Tri Gunawan saat menerima suap.

Kini periode KPK di bawah kepemimpinan Busyro Muqoddas yang akan berakhir pada penghujung tahun ini kembali berhadapan dengan tingginya harapan publik pada upaya lembaga ini memberantas korupsi. Dugaan suap di Kementerian Pemuda dan Olahraga serta di Mahkamah Konstitusi yang diduga melibatkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin akan menjadi ujian penting bagi KPK. (Yohan Wahyu/Litbang Kompas)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com